Carok di Bangkalan: Mengupas Tradisi Mempertahankan Harga Diri Masyarakat Madura

Carok di Bangkalan: Mengupas Tradisi Mempertahankan Harga Diri Masyarakat Madura

Carok di Bangkalan: Mengupas Tradisi Mempertahankan Harga Diri Masyarakat Madura--

RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Empat nyawa merenggang dalam insiden carok di Bangkalan, Jawa Timur, pada malam 12 Januari 2024.

Matterdam, Mattanjar, Najehri, dan Hafid dari Desa Larangan Timur menjadi korban dalam bentrokan mematikan melawan Hasan Busri dan Mochamad Wardi.

Memahami Carok

Berakar dari bahasa Kawi Kuno, "ecacca erok-orok," yang berarti pembantaian atau mutilasi, carok adalah tradisi Madura yang melibatkan perjuangan hidup-mati untuk menyelesaikan konflik dalam masyarakat.

BACA JUGA:Dibalik Celurit Patah: Kisah Menegangkan Carok Mat Tanjar dan Hasan Tanjung

Masyarakat Madura teguh pada pepatah "katembheng pote mata ango’a poteya tolang," menandakan komitmen untuk membela harga diri dengan segala cara.

Tradisi Carok dan Penyebabnya

Carok dianggap sebagai metode penyelesaian perselisihan terkait martabat, perebutan takhta, perselingkuhan, dan sengketa tanah.

Umumnya melibatkan laki-laki, masyarakat Madura menggunakan senjata tradisional melengkung bernama "Celurit."

BACA JUGA:Bikin Geleng-geleng Kepala, Ini 11 Misteri Daerah Jambi yang Bikin Anda Tercengang

Meskipun terkait dengan pembunuhan, carok dianggap dalam budaya Madura sebagai praktik yang ditanamkan dengan nilai-nilai budaya dan tradisi, membedakannya dari pembunuhan konvensional.

Akar Sejarah Carok

Istilah "carok" muncul pada abad ke-17 selama masa kolonial Belanda di Madura. 

Sejarah carok dapat ditelusuri ke pertemuan kekerasan antara penduduk Madura dan Belanda, terutama saat Hindia Belanda menginjakkan kaki di Madura.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: