Pernikahan Bangsawan Jawa Masa Kolonial Belanda, Kisah di Balik Warisan Tempat Tidur Pengantin

Pernikahan Bangsawan Jawa Masa Kolonial Belanda, Kisah di Balik Warisan Tempat Tidur Pengantin

Pernikahan Bangsawan Jawa Masa Kolonial Belanda, Kisah di Balik Warisan Tempat Tidur Pengantin-ISTIMEWA-

RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Di bulan Agustus 1937, acara pernikahan besar di lingkungan bangsawan Jawa menjadi perhatian publik. 

Sebuah surat kabar berbahasa Belanda, de Locomotief, yang terbit pada 11 Juni 1937, mengungkapkan rencana pernikahan dua keluarga bangsawan yang terkemuka di Jawa Tengah. 

Pada 27 Agustus 1937, putri tertua Bupati Klaten, R.Ajeng Soedarti, akan menikah dengan seorang dokter Jawa lulusan STOVIA, R.M. Soedjarwadi. 

Pernikahan ini berlangsung di kediaman ayah pengantin putri, K.R.M.T. Iskak Martonagoro, di Kabupaten Klaten.

BACA JUGA:Jaya Perkasa: Penyelamat Mahkota Pajajaran dan Perannya dalam Konflik Sumedang-Cirebon

BACA JUGA:Polres Empat Lawang Revitalisasi Masjid Nurul Aman di Desa Baturaja Baru

Pernikahan yang diwarnai oleh adat istiadat Jawa ini bukan hanya mempertemukan dua keluarga terhormat, tetapi juga menyimpan kisah sejarah dan cinta yang mendalam. 

R.M. Soedjarwadi, yang memiliki perbedaan usia 14 tahun dengan R.Ajeng Soedarti, sebelumnya telah kehilangan istri pertamanya, putri G.P.H. Notodiningrat, yang wafat saat mengandung anak mereka. 

Perbedaan usia ini bukan menjadi penghalang bagi cinta kedua mempelai, yang akhirnya mempersatukan dua keluarga besar Jawa.

Tak hanya itu, momen bersejarah ini juga meninggalkan sebuah warisan keluarga yang unik, yakni tempat tidur pengantin yang dibuat khusus sebagai kenang-kenangan. 

BACA JUGA:Kerajaan Kandis: Sejarah dan Kejayaan Kerajaan Tertua di Sumatera

BACA JUGA:Asal Usul Candi Cangkuang: Penemuan, Sejarah, dan Pemugaran

Pada bagian dalam kayu penopang tempat tidur tersebut, terukir jelas nama kedua mempelai beserta tanggal pernikahan mereka, yaitu 21 Djoemadilakir 1868 dalam kalender Jawa, yang bertepatan dengan 28 Agustus 1937 dalam kalender Masehi.  

Namun, menariknya, surat kabar de Locomotief mencatat tanggal pernikahan sehari lebih awal, yaitu 27 Agustus 1937, menimbulkan spekulasi bahwa pesta pernikahan berlangsung selama dua hari, atau mungkin ada kesalahan penulisan pada laporan surat kabar tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: