Sementara paslon nomor urut 1 diketahui memberikan Rp6,5 juta per pemilih dan menjanjikan umrah sebagai imbalan suara.
"Fakta hukum yang terbukti menunjukkan bahwa kedua paslon telah mencederai prinsip pemilu yang jujur dan adil sebagaimana amanat Pasal 22E ayat (1) UUD 1945," tegas Guntur.
BACA JUGA:758 Peserta Siap Bersaing di Seleksi PPPK Tahap II Pemkot Pagar Alam
BACA JUGA:Warga Binaan Lapas Sekayu Terima Remisi Waisak, Diharapkan Jadi Motivasi Perbaikan Diri
MK berpendapat bahwa politik uang di dua TPS tersebut berdampak besar terhadap hasil PSU dan merupakan pelanggaran berat yang tidak bisa ditoleransi.
Oleh karena itu, diskualifikasi terhadap kedua paslon dianggap sebagai bentuk keadilan objektif dalam menjaga integritas demokrasi.
Meski putusan telah dibacakan, perdebatan soal keadilan dan integritas Pilkada Barito Utara diperkirakan masih akan terus berlanjut.
Putusan ini tidak hanya mengguncang politik lokal, tetapi juga menjadi bahan refleksi nasional mengenai urgensi reformasi dalam proses demokrasi di daerah.