Raja Yeonsangun, Eksekusi Pejabat Kerajaan Untuk Kembalikan Kehormatan Ibunya

Raja Yeonsangun. Foto: Internet.--
BACA JUGA:Manusia Sakti di Pulau Jawa, Mitos dan Realitas
Namun, tidak hanya pejabat yang menjadi sasaran kemarahan Yeonsangun.
Dengan alasan rakyat ikut menggunjingkan kematian ibunya, ia memaksa seribu wanita dari setiap provinsi untuk bekerja di rumah bordil.
Seonggyeongwan (universitas kerajaan) ditutup dan digunakan untuk kegiatan maksiat.
Ketika para menteri memprotes tindakannya, ia menghancurkan Kantor Sensor yang berfungsi mengkritik tindakan atau kebijakan raja yang tidak pantas, dan juga Hongmoongwan, perpustakaan dan pusat penelitian yang mendukung ajaran Konfusianisme.
BACA JUGA:Fakta Atau Mitos? Ini Sejarah Manusia Paling Sakti di Pulau Jawa, Ini Penjelasanya
Ia memerintahkan menteri-menternya untuk mengenakan tanda yang bertuliskan: "Mulut adalah pintu yang membawa bencana, lidah adalah pedang yang memotong kepala. Tubuh akan berada dalam kedamaian selama mulut tertutup dan lidah diam."
Ketika kepala kasim Kim Cheo-sun, yang telah melayani empat raja sebelumnya, memohon kepada Yeonsangun untuk mengubah sikapnya, Yeonsangun malah membunuhnya dengan panah dan memutilasi tubuh Kim Cheo-sun. Keluarganya juga diturunkan derajatnya ke tingkat 7.
Ketika Yeonsangun bertanya kepada sekretaris kerajaan apakah hukuman itu layak atau tidak, mereka tidak berani menjawab.
Ia juga mengasingkan menteri ritual karena telah menumpahkan minuman yang dituangkannya untuk raja.
Pemerintahannya yang kejam membuat banyak orang ketakutan, dan suara mereka dibungkam, berbeda dengan masa pemerintahan ayahnya yang lebih liberal.
Rakyat mulai merasa muak dan mencemooh raja dengan pamflet yang ditulis dalam aksara Hangul.
Yeonsangun merespons dengan melarang penggunaan aksara Hangul di masyarakat dan menutup Kantor Sensor yang berfungsi mengkritik kebijakan raja.
Pada akhir masa pemerintahannya, ia diliputi oleh gundiknya Jang Nok-su, yang memperlakukannya seperti seorang bayi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: