Adat dan Budaya Lahat, Ini SejarahTradisi Pantauan Bunting

Adat dan Budaya Lahat, Ini SejarahTradisi Pantauan Bunting

Adat pantauan bunting--

Adat dan Budaya Lahat, Ini SejarahTradisi Pantauan Bunting

RAKYATEMPATLAWANG.COM - Adat dan Budaya Lahat, Ini SejarahTradisi Pantauan Bunting.

Sesuai dengan yang dinyatakan penulis dalam buku Himpunan Adat Istiadat Besemah (2009:3). 

BACA JUGA:Jarang Diketahui, Ternyata Ini SejarahTradisi Pantauan Bunting di Kabupaten Lahat

Ia menyatakan “Adat istiadat adalah segala bentuk kegiatan, perbuatan dan tindakan kesesuaian serta kebiasaan masyarakat yang menjadi tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari antara satu sama lain, seperti sopan santun, upacara adat hukum adat”. 

Adat istiadat ini terdiri dari dua bagian, yang pertama tidak mempunyai akibat hukum atau reaksi adat yang disebut “adat istiadat”, kedua mempunyai akibat hukum atau reaksi adat yang disebut “adat lembaga”.

BACA JUGA:Tangkap Potensi Ekosistem Pendidikan, Bank Mandiri Optimalkan Kolaborasi dengan Ruang Guru

Pagar Gunung tidak saja dikenal dengan keramah tamahan orangnya, kekayaan akan aset wisata alam, dan wisata budaya. 

Ternyata juga menyimpan warisan budaya yang sampai saat terus berkembang dan berakar serta dilestarikan, terlepas dari hal tersebut dirasakan lebih bermaanfaat lebih atau tidak.

BACA JUGA:LUAR BIASA! Wanita Ini Akan Menikahi Pacarnya yang Menusuknya 16 Kali

Demikian pula dalam hal adat istiadat, di Pagar Gunung terkenal dengan adat Nemui Rasan, Ngantat Palaian, dan Pantauan Bunting. 

Adat tersebut akan dijumpai jika terdapat orang yang akan ngagokkah atau melaksanakan pesta pernikahan. 

Pada saat melaksanakan pesta pernikahan baik saat akad maupun resepsi dan ngunduh mantu. 

BACA JUGA:Kota Saranjana Google Maps Cara Cek Lokasinya Ada di Mana!

Terdapat tradisi warisan budaya yang masih mengakar sampai saat ini yaitu Pantauan Bunting, yaitu Pengantin akan diajak keliling kampung bersama dengan rombongan Karang Taruna. 

Pada saat pelaksanaan pesta pernikahan biasanya diadakan dua hari, hari “Nyembelih” dan hari “Jadie”. 

BACA JUGA:Penduduk Kota Saranjana Berikut Gambarannya! Berparas Rupawan, Ramah dan Suka Menolong

Pada hari pertama atau hari Nyembelih akan diadakan adat istiadat yang masih sering dipakai yaitu Pantauan Bunting.

Dalam tradisi ini, selain karang taruna ada juga Bujang dan Gadis Ngantat yang bertugas ikut kemana saja pengantin serta menyiapkan segala keperluan pengantin, seperti membalik sandal pengantin, mengambilkan makanan, dan membenahi make-up pengantin wanita jika sudah belepotan. 

BACA JUGA:Penduduk Kota Saranjana Berikut Gambarannya! Berparas Rupawan, Ramah dan Suka Menolong

Dimana Bujang Ngantat bertugas membantu pengantin pria dan Gadis Ngantat bertugas membantu pengantin wanita.

Dalam rombongan pun terdapat satu orang yang biasa disebut sebagai “Penunde”, yaitu orang yang akan menentukan rute perjalanan.

BACA JUGA:Datang Ke Dukun Dalam Perspektif Hukum Menurut Ustad Abdul Somad

Biasanya yang menjadi Penunde ini adalah anggota senior dari karang taruna yang sudah berpengalaman dalam mengikuti tradisi Pantauan ini. 

BACA JUGA:Ide Soal Kembali Ke Eropa, Ronaldo: 'Sudah Tertutup'

Penunde ini akan menjadi pemimpin perjalanan. 

 

Kadang ia harus siap beradu argument dengan ibu-ibu yang menginginkan rumahnya dinaiki terlebih dahulu padahal tidak sesuai rute.

BACA JUGA:10 Cara Menemukan Ide Artikel yang Menarik yang Perlu Kamu Ketahui

Nah, ternyata beragam tradisi yang menunjukan kebiasaan yang memperkaya budaya daerah. Termasuk adat yang wajib ada saat ngagokkah adalah Pantauan Bunting. Acara keliling kampung sambil makan-makan tersebut wajib dilakukan setiap pengantin.

BACA JUGA:Mitos Malam Satu Suro 2023 Jatuh pada Tanggal Berapa? Dilarang Keluar Rumah!

Uniknya pada tradisi Pantauan tersebut biasanya pengantin dilarang lewat di bawah “Kemuhu”, yaitu bambu yang biasa dipakai untuk menjemur baju. 

Menurut kepercayaan masyarakat setempat hal tersebut akan membuat rumah tangga yang terjalin nantinya akan kurang harmonis.

BACA JUGA:Tips Agar Sukses Menjadi Konten Kreator

Setelah melakukan adat ini biasanya pengantin beserta rombongan akan mandi di sungai, hal ini dilakukan sebagai healing setelah lelahnya berkeliling kampung, kemudian dilanjutkan dengan acara akad nikah bagi pengantin yang belum melaksanakan akad nikah di pagi hari. 

BACA JUGA:Penghasilan Rp150 Juta Perbulan, Konten Kreator Ini Dikira Pesugihan

Ataupun bersiap-siap untuk mengadakan resepsi jika hari “Jadie” dilaksanakan pada malam hari. Namun dijaman sekarang banyak yang lebih memilih melaksanakan hari “jadie” tersebut pada keesokan harinya.

BACA JUGA:INGAT! Larangan Malam Satu Suro Jangan Keluar Rumah saat Tengah Malam, Mengapa? Berikut Mitosnya

Ternyata, Pagar Gunung memiliki sejuta kekayaan, termasuk kekayaan akan tradisi budaya yang sudah mengurat mengakar, dan tetap dilestarikan hingga kini menjadi ciri khas, suku yang ramah, suka bergaul dan menganggap saudara bagi pendatang yang, serta sifat kekeluargaannya masih sangat kental.*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: