Tradisi Sati, Lambang Kesalehan dan Kepemilikan dalam Budaya Hindu
Tradisi Sati merupakan salah satu ritual kuno yang penuh kontroversi dalam sejarah, terutama di kalangan masyarakat Hindu.-DISWAY NETWORK-
RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Tradisi Sati merupakan salah satu ritual kuno yang penuh kontroversi dalam sejarah, terutama di kalangan masyarakat Hindu.
Tradisi ini melibatkan tindakan membakar diri hidup-hidup yang dilakukan oleh seorang istri setelah ditinggal mati oleh suaminya.
Dalam konteks kepercayaan masyarakat yang menjalankan tradisi ini, Sati dianggap sebagai lambang kesalehan seorang istri sekaligus simbol kepemilikan laki-laki atas perempuan.
Tradisi Sati, yang biasanya dilakukan oleh perempuan dari kasta tinggi, mencerminkan peran perempuan dalam masyarakat yang sangat terikat dengan status dan kewajiban mereka terhadap suami.
BACA JUGA:Dueling, Tradisi Pertarungan Sampai Mati untuk Menjaga Kehormatan di Abad 15-20
BACA JUGA:Wah! di Lahat Ada Aksi Massa Tuntut Pengembalian Jabatan 4 Kepala Dinas dan 1 Kepala Bagian
Tidak sembarang perempuan bisa melakukannya, hanya mereka yang dianggap "perempuan pilihan" yang diyakini layak untuk menjalankan ritual ini.
Sati dipandang sebagai alternatif yang lebih terhormat dibandingkan kehidupan seorang janda setelah kematian suami, terutama dalam masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai patriarki.
Dalam ajaran Hindu, perempuan yang melakukan Sati dianggap sebagai pahlawan yang akan diagungkan.
Tindakan ini diyakini membawa kemuliaan dan penghargaan, bukan hanya bagi perempuan itu sendiri, tetapi juga bagi keluarganya.
BACA JUGA:Tradisi Kasim, Sejarah Unik Pengebirian di Berbagai Kebudayaan Dunia
BACA JUGA:Tradisi Potong Jari, Ekspresi Kesedihan Ekstrem di Pegunungan Tengah Papua
Meskipun demikian, praktik ini telah dilarang di banyak negara, termasuk India, karena dianggap sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Meskipun demikian, Sati pernah dianggap sebagai bentuk kesetiaan tanpa batas seorang istri terhadap suami, sebuah nilai yang dahulu sangat dijunjung tinggi.
Praktik ini juga memperlihatkan bagaimana hubungan kekuasaan dan kontrol laki-laki terhadap perempuan dalam beberapa budaya tradisional. **
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: