Sejarah Kadipaten Panjalu: Warisan Hindu di Kaki Gunung Sawal

Sejarah Kadipaten Panjalu: Warisan Hindu di Kaki Gunung Sawal

Istimewa/internet--

Namun, ada pula pandangan yang mengatakan bahwa kata Panjalu bisa berarti "perempuan", dengan perbandingan kata dalam bahasa Inggris, "male" yang dengan prefiks "fe" menjadi "female".

Pusat Keagamaan dan Spiritual

Sebelum menjadi kerajaan, kawasan Panjalu lebih dikenal dengan sebutan Kabuyutan Sawal atau Kabuyutan Gunung Sawal, yang merupakan daerah Kabataraan dengan kekuasaan keagamaan Hindu.

BACA JUGA:Oknum Bidan di Palembang Dilaporkan atas Dugaan Malapraktik, Tidak Miliki Izin Praktik Resmi

BACA JUGA:Netralitas ASN dan Kepala Desa di Muratara Disoal!

Kabuyutan merupakan tempat yang dianggap suci dan biasanya terletak di lokasi yang lebih tinggi dari daerah sekitarnya, sering kali ditemukan situs megalitik peninggalan masa prasejarah.

Pendiri Kerajaan Panjalu adalah Batara Tesnajati, yang petilasannya terdapat di Karantenan Gunung Sawal.

Pada awal berdirinya, Panjalu adalah sebuah daerah Kabataraan, sama seperti Kabataraan Galunggung.

Kekuasaan kabataraan lebih menitikberatkan pada bidang kebatinan dan spiritual, di mana seorang Batara selain berperan sebagai raja juga bertindak sebagai Brahmana atau Resiguru.

BACA JUGA:Netralitas ASN dan Kepala Desa di Muratara Disoal!

BACA JUGA:Oknum Bidan di Palembang Dilaporkan atas Dugaan Malapraktik, Tidak Miliki Izin Praktik Resmi

Pada masa kekuasaan Prabu Sanghyang Rangga Gumilang, Panjalu mengalami perubahan dari kabataraan menjadi kerajaan.

Transisi ini terjadi di bawah kepemimpinan Batara Tesnajati dan dilanjutkan oleh Batara Layah dan Batara Karimun Putih.

Dengan peran pentingnya dalam kekuasaan spiritual, Batara di Panjalu memiliki pengaruh besar dalam penobatan Maharaja di Kemaharajaan Sunda.

Kekuasaan kabataraan di Kemaharajaan Sunda diteruskan oleh Batara Guru Aji Putih di Gunung Tembong Agung, yang menjadi perintis Kerajaan Sumedang Larang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: