Pemberontakan Boxer, Konflik Berdarah antara Budaya dan Modernitas

Pemberontakan Boxer, Konflik Berdarah antara Budaya dan Modernitas

Pemberontakan Boxer, Konflik Berdarah antara Budaya dan Modernitas.--

Pemberontakan Boxer dimulai secara sporadis pada tahun 1899, tetapi mencapai puncaknya pada tahun 1900 ketika para pemberontak mulai menyerang dan menghancurkan gereja-gereja Kristen, sekolah-sekolah misionaris, serta pemukiman orang asing di Tiongkok utara.

BACA JUGA:Mengurai Benang Kusut Silsilah Raja-Raja Melayu

BACA JUGA:Ziryab Sang Pelopor Mode, Musik, dan Gastronomi di Andalusia

Ketegangan ini mencapai puncaknya di Beijing, di mana ribuan Boxer mengepung kawasan kedutaan asing dalam sebuah pengepungan yang dikenal sebagai Pengepungan Kawasan Legasi.

Dinasti Qing awalnya mencoba meredam pemberontakan ini, tetapi ketika para pejabat Qing yang lebih radikal berhasil mempengaruhi pengadilan kekaisaran, Empress Dowager Cixi akhirnya memutuskan untuk mendukung para Boxer secara terbuka, mengumumkan perang terhadap kekuatan asing pada Juni 1900.

Keputusan ini memicu reaksi keras dari aliansi internasional yang terdiri dari delapan negara: Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, Jepang, Amerika Serikat, Italia, dan Austria-Hongaria.

Pasukan dari delapan negara ini melakukan intervensi militer dan berhasil memecahkan pengepungan di Beijing pada bulan Agustus 1900, setelah pertempuran yang sengit.

BACA JUGA:Pulau St. Kilda, Kisah Kehidupan dan Keberadaan Terpencil di Ujung Dunia

BACA JUGA:Ziryab Sang Pelopor Mode, Musik, dan Gastronomi di Andalusia

Setelah kekalahan para Boxer dan pendukung mereka, Tiongkok dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Boxer pada tahun 1901, yang merupakan salah satu perjanjian paling memalukan dalam sejarah negara tersebut.

Perjanjian ini mencakup pembayaran ganti rugi yang sangat besar kepada aliansi internasional, pembongkaran benteng pertahanan, serta izin bagi pasukan asing untuk ditempatkan di Beijing.

Pemberontakan Boxer dan dampak dari intervensi asing meninggalkan jejak yang dalam pada masyarakat dan politik Tiongkok.

Dinasti Qing semakin melemah dan kehilangan legitimasi di mata rakyatnya, yang melihat pemerintahan ini tidak mampu melindungi negara dari intervensi asing.

BACA JUGA:Mitologi Pahlawan Wanita Yunani Kuno: Kisah-Kisah yang Jarang Terungkap

BACA JUGA:Harta Karun Montezuma: Legenda yang Menginspirasi Pencarian Tanpa Henti

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: