Pemberontakan Taiping, Sejarah Revolusi yang Mengguncang Dinasti Qing

BACA JUGA:Jejak 500 Tahun Islam di Papua: Dari Raja Ampat Hingga Sultan Papua

Meskipun awalnya berhasil, Gerakan Taiping mulai mengalami kemunduran pada awal tahun 1860-an.

Pemerintah Qing, dengan bantuan dari kekuatan asing seperti Inggris dan Prancis, mulai melancarkan serangan balasan yang berhasil merebut kembali wilayah yang dikuasai Taiping.

Pada saat yang sama, perpecahan internal di antara pemimpin Taiping melemahkan gerakan ini, dan Hong Xiuquan semakin kehilangan kontrol atas para pengikutnya.

Pada tahun 1864, Nanjing jatuh ke tangan pasukan Qing setelah pengepungan yang panjang dan berdarah.

BACA JUGA:Kisah Kontribusi Raja Melayu-Sriwijaya Terhadap Pembangunan Biara di Universitas Nalanda

BACA JUGA:Apa yang Membuat Borobudur, Candi Terbesar di Dunia, Ditanggalkan?

Hong Xiuquan meninggal beberapa hari sebelum kota tersebut jatuh, diduga karena keracunan atau bunuh diri.

Dengan jatuhnya Nanjing, pemberontakan Taiping secara resmi berakhir, meskipun sisa-sisa gerakan ini terus melawan di berbagai daerah hingga beberapa tahun kemudian.

Pemberontakan Taiping meninggalkan dampak yang sangat besar terhadap sejarah Tiongkok.

Konflik ini menyebabkan kehancuran besar-besaran, dengan sekitar 20-30 juta orang tewas akibat pertempuran, kelaparan, dan penyakit.

BACA JUGA:Kisah Garuda Sang Raja Burung dalam Mitologi dan Lambang Kebangsaan Indonesia

BACA JUGA:Pertempuran Alamo: Kisah Keberanian dan Pengorbanan

Selain itu, pemberontakan ini memperlemah Dinasti Qing, membuatnya semakin tergantung pada bantuan asing untuk mempertahankan kekuasaannya.

Di sisi lain, meskipun gagal, Gerakan Taiping menandai salah satu upaya pertama dalam sejarah modern Tiongkok untuk melakukan perubahan sosial radikal dan perlawanan terhadap pemerintahan yang korup.

Sumber: