Keunikan Situs Astana Gede di Ciamis: Batu Palinggih dan Mitosnya

Keunikan Situs Astana Gede di Ciamis: Batu Palinggih dan Mitosnya

Istimewa/internet--

Enno menjelaskan bahwa Batu Palinggih ini telah digunakan untuk menobatkan tujuh raja dari tahun 1333 hingga 1482.

Meskipun prosesi penobatan raja di Batu Palinggih tidak disebutkan secara detail dalam naskah-naskah kuno, namun sistem pemerintahan mereka dikenal dengan pola Tritangtu yang terdiri dari Rama, Resi, dan Ratu.

Seiring berjalannya waktu, Batu Palinggih tidak hanya dikenal sebagai tempat penobatan raja, tetapi juga menyimpan mitos yang menarik.

Konon, masyarakat Kawali dahulu percaya bahwa siapa saja yang mampu mengangkat Batu Palinggih akan mendapatkan segala keinginannya dengan cepat.

BACA JUGA:Jadwal dan Tata Cara Daftar Ulang Mahasiswa Baru Unsri 2024

Namun, menurut Kang Enno, kepercayaan ini sebenarnya adalah salah pengertian.

Kata 'diangkat' yang dimaksud sebenarnya merujuk pada pengangkatan raja, bukan mengangkat batu secara fisik.

Akibat dari kesalahpahaman ini, batu yang dulunya lempengan besar kini pecah menjadi beberapa bagian. 

"Awalnya batu itu satu lempengan tapi terbelah-belah. Mitos memang ada sisi baik dan sisi buruk. Sekarang urang yang datang ke sini didampingi, dipandu dan dijelaskan.

Kalau di Sunda itu jangan langsung menyimpulkan karena leluhur kita memakai bahasa-bahasa sastra jadi harus dibedah dahulu," pungkas Enno.

BACA JUGA:Langkah Tegas Menteri Pendidikan: Dana BOS 2024 Hanya untuk Sekolah yang Memenuhi Syarat

Kini, Batu Palinggih dan Situs Astana Gede dijaga dan dilindungi oleh pemerintah.

Pengunjung yang datang ke situs ini selalu didampingi dan diberi penjelasan tentang sejarah dan makna batu tersebut, memastikan bahwa peninggalan berharga ini tetap terjaga dan dipahami dengan benar oleh generasi mendatang. (*) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: