RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID – Ratusan warga dari sembilan desa di Kecamatan Kikim Barat dan Kikim Tengah, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, menggelar aksi damai pada Jumat (16/5/2025) menolak perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Sawit Mas Sejahtera (SMS).
Aksi ini dipicu oleh dugaan kelalaian perusahaan dalam memenuhi kewajiban penyediaan lahan plasma 20% kepada masyarakat, meskipun HGU perusahaan telah habis sejak 31 Desember 2023.
Sembilan desa yang terlibat dalam aksi ini adalah Jajaran Baru, Ulak Bandung, Jajaran Lama, Lubuk Seketi, Sukamerindu, Sukarami, Maspura, Tanjung Baru, dan Sungai Laru.
Dalam orasinya, warga menyatakan kekecewaan karena sejak beroperasi tahun 1993, PT SMS tidak pernah menyalurkan lahan plasma kepada masyarakat sebagaimana diatur dalam ketentuan.
BACA JUGA:Gubernur Herman Deru Paparkan Capaian dan 12 Program Strategis Sumsel di HUT ke-79
BACA JUGA:Polres Empat Lawang Tangkap Pelaku Curanmor di Tebing Tinggi dalam Operasi Sikat 1 Musi 2025
“Permasalahan ini sudah berlangsung dua tahun, tapi belum ada penyelesaian konkret. Kami minta Bupati segera menyelesaikan dan mengembalikan lahan kepada masyarakat,” ujar Sukiman, salah satu perwakilan warga.
Warga juga mempersoalkan aktivitas replanting dan panen yang masih dilakukan oleh PT SMS meski izin HGU perusahaan telah kedaluwarsa.
Bupati Lahat, Bursah Zarnubi, merespons aksi tersebut dengan menyatakan bahwa pemerintah daerah telah berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan akan mengawal aspirasi masyarakat hingga ke pemerintah pusat.
“Sesuai arahan Menteri ATR/BPN, perusahaan yang masa HGU-nya telah habis wajib memberikan 20% lahan plasma dari luasan yang diperpanjang.
Saya pastikan tidak ada perpanjangan HGU untuk PT SMS sebelum kewajiban ini dipenuhi,” tegas Bursah di hadapan massa aksi.
BACA JUGA:Wakil Wali Kota Pagar Alam Dorong Minat Baca Lewat Lomba Baca Puisi Pelajar
BACA JUGA:Pemkot Pagaralam Dukung Petani dan Pegiat Kopi Tampil di World of Coffee Jakarta 2025
Kepala Desa Jajaran Baru, Bostandi, menyebut bahwa pihak desa telah menyurati perusahaan dan menyampaikan laporan resmi ke Kementerian ATR/BPN di Jakarta. Namun hingga kini, belum ada tanggapan dari PT SMS.
“Mereka malah mengklaim lahan plasma harus di luar HGU. Kalau begitu, untuk apa kami bermitra? Masyarakat mampu mengelola sendiri,” ujar Bostandi dengan nada geram.