Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah bencana alam, seperti letusan gunung berapi atau tsunami.
Pulau Flores merupakan daerah yang rawan bencana alam karena letaknya di Cincin Api Pasifik.
BACA JUGA:Tiga Jam Saja! Perjalanan Jambi - Palembang Lebih Cepat dengan Jalan Tol Baru
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada bukti-bukti geologis yang menunjukkan adanya letusan gunung berapi atau tsunami yang terjadi di Pulau Flores sekitar 12.000 tahun lalu.
Bencana alam ini mungkin telah menghancurkan gua-gua tempat tinggal Homo floresiensis dan memusnahkan populasi mereka.
Faktor lain yang sering diperdebatkan adalah kompetisi dengan manusia modern (Homo sapiens) yang tiba di Pulau Flores sekitar 50.000 tahun lalu.
Beberapa ahli berpendapat bahwa manusia modern mungkin telah membunuh atau mengusir Homo floresiensis dari wilayah mereka.
BACA JUGA:Ritual Pengorbanan Anak, Tradisi Mengerikan di Peru yang Berusaha Melawan Iklim Buruk
Beberapa ahli lain berpendapat bahwa manusia modern mungkin telah melakukan kontak damai atau bahkan perkawinan dengan Homo floresiensis.
Namun, hingga saat ini belum ada bukti genetik atau arkeologis yang kuat untuk mendukung salah satu pendapat tersebut.
Meskipun secara ilmiah dinyatakan punah sekitar 12.000 tahun lalu, ada kemungkinan bahwa Homo floresiensis masih bertahan hidup hingga saat ini di tempat-tempat terpencil di Pulau Flores atau pulau-pulau lain di sekitarnya.
Hal ini didasarkan pada pengamatan dan cerita penduduk setempat yang melaporkan adanya makhluk-makhluk seperti kurcaci atau orang pendek yang hidup di hutan-hutan belantara.
BACA JUGA:Manusia Flores atau Hobbit, Siapa Mereka dan Apa Asal-Usulnya?
Salah satu peneliti yang tertarik dengan klaim ini adalah Gregory Forth, seorang profesor antropologi dari Universitas Alberta, Kanada.
Forth telah melakukan penelitian mendalam mengenai Homo floresiensis dan budaya lokal di Pulau Flores.
Ia telah mengumpulkan berbagai cerita, legenda, dan mitos yang berkaitan dengan makhluk-makhluk seperti kurcaci atau orang pendek.