Malioboro Street: Jantung Keramaian dan Budaya Yogyakarta
Istimewa/internet--
RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Malioboro Street, sebuah nama yang tidak bisa dilewatkan ketika berbicara tentang Yogyakarta.
Merupakan ikon kota ini, jalan ini menarik perhatian wisatawan dari dalam dan luar negeri dengan keramaian dan keanekaragaman budayanya yang khas.
Malioboro Street awalnya dikenal sebagai ‘Hamengkubuwono Street’, namun pada tahun 1940-an, nama ini diganti menjadi Malioboro sebagai penghormatan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada saat itu, yaitu Van Der Wijck, yang memiliki gelar Pangeran Malioboro.
Sejak saat itu, jalan ini menjadi pusat perdagangan dan kegiatan budaya di Yogyakarta.
BACA JUGA:Misteri di Balik Pesona Pantai Bajul Mati Malang: Memahami Asal-Usul Nama dan Legenda Gaib
Jalan Malioboro dikenal dengan keramaian dan kegiatan yang tidak pernah berhenti.
Terutama pada malam hari, ketika lampu-lampu neon dan lentera-lentera tradisional mulai menyala, jalan ini menjadi tempat berkumpulnya orang-orang dari segala usia dan latar belakang.
Pedagang kaki lima menawarkan berbagai barang, mulai dari pakaian, aksesori, hingga kuliner khas Yogyakarta. Bagi para pengunjung, Malioboro Street menawarkan pengalaman berbelanja yang unik.
Toko-toko suvenir menjajakan berbagai barang kerajinan tangan lokal, seperti batik, wayang kulit, dan ukiran kayu.
BACA JUGA:Bangka Belitung: Tempatnya Lima Fakta Unik dan Rekor Asia Tenggara
Selain itu, jalan ini juga merupakan surganya para pecinta kuliner, dengan berbagai warung dan penjual makanan pinggir jalan yang menyajikan hidangan lezat seperti gudeg, bakpia, dan wedang jahe.
Selain sebagai pusat perbelanjaan dan kuliner, Malioboro Street juga memiliki daya tarik wisata lainnya.
Gedung-gedung bersejarah seperti Gedung Agung dan Gedung Kepatihan menambah pesona kultural jalan ini.
Selain itu, Monumen Tugu Yogyakarta yang megah juga menjadi ikon yang tak terpisahkan dari Malioboro Street.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: