Misteri Carok: Tradisi Pemulihan Harga Diri, Harta, Tahta dan Wanita dengan Senjata Celurit Di Bangkalan

Misteri Carok: Tradisi Pemulihan Harga Diri, Harta, Tahta dan Wanita dengan Senjata Celurit Di Bangkalan

Misteri Carok: Tradisi Pemulihan Harga Diri, Harta, Tahta dan Wanita dengan Senjata Celurit Di Bangkalan--

Perubahan Zaman

Sebelum zaman Cakraningrat, Joko Tole, dan Panembahan Semolo di Madura, carok tidak dikenal.

Budaya pada masa itu adalah membunuh secara kesatria dengan pedang atau keris.

Senjata celurit mulai muncul pada zaman legenda Sakerah, seorang mandor tebu dari Pasuruan, yang memberontak terhadap Belanda.

BACA JUGA:Rahasia Sukses Orang Madura di Perantauan: Kekeluargaan dan Kerasnya Berusaha

Celurit kemudian menjadi simbol perlawanan, harga diri, dan strata sosial.

Hubungan Celurit dan Carok

Dalam bahasa Kawi kuno, "carok" berarti perkelahian.

Tradisi ini melibatkan dua individu atau keluarga besar, bahkan antar penduduk desa.

Celurit, sebagai simbol perlawanan, digunakan dalam carok sebagai alat untuk mempertahankan harga diri.

BACA JUGA:Merantau untuk Hidup, Migrasi Orang Madura dan Transformasi Pekerjaan di Jawa Timur

Kesimpulan

Carok, ritual pemulihan harga diri dengan melibatkan senjata celurit, memiliki akar dalam tradisi masyarakat Madura yang ingin mempertahankan kehormatan dan harga diri.

Celurit bukan hanya senjata, melainkan juga simbol perlawanan, mencerminkan perubahan zaman dan perjuangan melawan penjajahan. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: