Fenomena Penegakan Hukum, 'Viral' Dulu Baru Ditindak
FOTO: ANITA/REL Rizki Agus Saputra --
EMPATLAWANG, RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Penegakan hukum merupakan proses berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat.
Pengertian lain penegakan hukum dimaknai sebagai pelaksanaan hukum oleh aparat penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan yang diberikan kewenangan oleh undang-undang.
Tujuan dari penegakan hukum untuk menghadirkan rasa aman, kerukunan dan ketertiban masyarakat. Seperti yang diketahui, Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana bunyi pasal 1 ayat 3 UUD 1945.
Konsensus tersebut tentu melahirkan konsekuensi khusus dalam penegakan hukum yang sama dan berkeadilan. Maraknya kasus hukum yang mencuat ke publik ini mencerminkan dua hal sekaligus.
BACA JUGA:10 Rekomendasi Novel Cerita Hukum dan Politik
Di satu sisi masih banyak sekali masalah-masalah hukum dan penegakan hukum yang dihadapi masyarakat dan negara.
Di sisi lain juga mencerminkan problem internal aparat penegak hukum yang berdampak negatif terhadap penegakan hukum itu sendiri.
Menurut survei Litbang Kompas edisi september 2022, kepuasan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia berada di angka 51,5 persen, menurun dari yang sebelumnya di angka 57,5 persen.
Maraknya fenomena 'viral' dulu baru ditindak juga tidak kalah mencengangkan dalam proses penegakan hukum, di era keterbukaan dan masifnya pengguna sosial media membuat informasi mengudara secepat kilat, apalagi untuk kasus-kasus tertentu yang mengundang reaksi publik, KDRT, bullying, hamil di luar nikah, pelecehan seksual (pedofil) oleh LGBTQ+, dan lainnya.
BACA JUGA:Sebagai Hukuman, Sekda Empat Lawang Push-up 10 Kali
'Viral' dulu baru ditindak mendapat perhatian dari Rizki Agus Saputra, putra daerah Kabupaten Empat Lawang yang saat ini menjabat sebagai Ketua Bidang Polhukam PP KAMMI sekaligus berprofesi sebagai pengacara.
Rizki mengatakan hal-hal demikian yang ramai diperbincangkan warganet akan mendapat sorotan dan respon cepat dari para penegak hukum, atau lembaga lain yang punya kompetensi pengawasan.
"Misalnya kasus pengeroyokan di rumah makan Mangga Besar, penis bocah terbakar saat sunat di Pontianak, Bullying siswi di Empat Lawang, Penganiayaan artis dan sebagainya," kata Rizki, Selasa (24/1).
Rizki menambahkan, di satu sisi ini memudahkan kinerja aparat, pada sisi lain fenomena ini memperluas jarak terhadap prinsip (Equality before the law), karena tidak semua kasus dapat diungkap ke publik, apalagi berkaitan dengan perlindungan anak, yang apabila 'viral' berdampak pada mental dan traumatis anak tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: