Ada spekulasi bahwa perubahan ini mungkin merupakan hasil dari pengaruh Hindia Belanda setelah perang tersebut.
Saat ini, seluruh punggawa keraton Jawa dikenal meletakkan keris mereka di bagian belakang tubuh, meskipun pada masa Amangkurat II dan Amangkurat III tradisi ini belum ada.
Berbeda dengan keraton Jawa, masyarakat Ponorogo hingga saat ini masih mempertahankan tradisi lama mereka dalam membawa keris.
Keris tetap diletakkan di bagian depan atau menyamping, sesuai dengan kebiasaan nenek moyang mereka.
BACA JUGA:Sejarah Kebun Raya Bogor, Dari Fokus Herbal hingga Pusat Penelitian Ilmiah
BACA JUGA:Mengukir Jejak dalam Dunia Film, Warisan Chaidar Dja'far
Tradisi ini tidak hanya menjadi simbol keberanian dan kewibawaan, tetapi juga menjadi bagian penting dari identitas budaya Ponorogo.
Perbedaan tradisi membawa keris antara Ponorogo dan keraton Jawa menunjukkan bahwa budaya di Nusantara sangat beragam dan dinamis.
Ponorogo, dengan kebiasaan meletakkan keris di depan, telah memberikan pengaruh kuat pada masa lalu, namun perubahan yang terjadi di keraton Jawa, mungkin akibat pengaruh kolonial, menciptakan tradisi baru.
Meskipun demikian, masyarakat Ponorogo tetap setia mempertahankan tradisi mereka hingga saat ini.