RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Keris merupakan salah satu pusaka penting dalam tradisi masyarakat Nusantara, terutama di Jawa.
Namun, tradisi membawa keris di Ponorogo memiliki perbedaan yang cukup mencolok dibandingkan dengan tradisi di keraton-keraton Jawa modern.
Di Ponorogo, orang-orang yang membawa keris meletakkannya di bagian depan atau menyamping, berbeda dengan kebiasaan di keraton Jawa yang meletakkan keris di bagian belakang tubuh.
Pada masa lalu, Ponorogo memiliki pengaruh kuat dalam tradisi membawa keris.
Hal ini terlihat pada masa Kesultanan Mataram Islam, khususnya pada era Amangkurat II.
Saat itu, Amangkurat II menerima bantuan dari Ponorogo untuk menghadapi pemberontakan Trunojoyo yang dibantu oleh Makassar.
BACA JUGA:Fauzan Khoiri Kembali Ditunjuk Sebagai Penjabat Bupati Empat Lawang
BACA JUGA:Ternyata Ini Artis Pelopor Adegan Panas di Perfilman Indonesia
Dalam beberapa lukisan yang menggambarkan Amangkurat II dan Amangkurat III, terlihat bahwa mereka meletakkan keris di bagian depan atau menyamping, sesuai dengan tradisi Ponorogo.
Bahkan Pangeran Diponegoro, salah satu pahlawan besar dalam sejarah Indonesia, diketahui pernah belajar di Pondok Tegalsari di Ponorogo.
Hal ini menguatkan pengaruh Ponorogo terhadap tradisi membawa keris di masa lalu.
Namun, saat ini keraton-keraton Jawa justru mengikuti kebiasaan baru, yaitu meletakkan keris di belakang tubuh.
Perubahan kebiasaan meletakkan keris di keraton Jawa, dari depan ke belakang, diduga terjadi setelah Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro.
BACA JUGA:Mengenal Kwa Wan Hong, Pelopor Pabrik Es Batu Pertama di Indonesia
BACA JUGA:Mengenal Kwa Wan Hong, Pelopor Pabrik Es Batu Pertama di Indonesia