Jejak 500 Tahun Islam di Papua: Dari Raja Ampat Hingga Sultan Papua

Minggu 11-08-2024,16:12 WIB
Reporter : Andika
Editor : Andika

RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Di bumi Papua, jejak dakwah Islam telah ada sejak lima ratus tahun yang lalu.

Bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa Islam telah menyatu dengan kehidupan masyarakat Papua, terutama di wilayah Papua Barat, mulai dari Raja Ampat hingga Fakfak. 

Papua telah dikenal sejak lama, bahkan pada masa Kerajaan Sriwijaya, Papua disebut sebagai Janggi.

Kemudian, pelaut Portugis yang singgah di Papua pada tahun 1526-1527 menamainya ‘Papua’.

BACA JUGA:Apa yang Membuat Borobudur, Candi Terbesar di Dunia, Ditanggalkan?

BACA JUGA:Kisah Kontribusi Raja Melayu-Sriwijaya Terhadap Pembangunan Biara di Universitas Nalanda

Istilah Papua sendiri dipercaya berasal dari bahasa Tidore, "Papo Ua," yang berarti tidak bergabung atau tidak bersatu, merujuk pada wilayah yang luas dan tidak termasuk dalam induk kesultanan Tidore.

Hubungan Papua dengan dunia luar tak hanya sebatas perdagangan, tetapi juga dalam konteks penyebaran agama.

Sejak abad ke-16, kontak antara masyarakat Papua dengan Muslim memberikan dampak signifikan, salah satunya adalah pengaruh Islam yang meluas di wilayah Papua Barat.

Islam di Papua diperkirakan masuk melalui Kesultanan Bacan, salah satu dari empat kesultanan besar di Maluku.

BACA JUGA:Kisah Garuda Sang Raja Burung dalam Mitologi dan Lambang Kebangsaan Indonesia

BACA JUGA:Pertempuran Alamo: Kisah Keberanian dan Pengorbanan

Kesultanan Bacan menyebarkan Islam ke Raja Ampat, yang ditandai dengan terbentuknya Kolano Fat (Raja Ampat).

Nama-nama tempat di Raja Ampat, seperti Pulau Saunek Mounde dan War Zum-zum, menunjukkan bukti peninggalan pengaruh Kesultanan Bacan di wilayah tersebut.

Tak hanya melalui Bacan, pengaruh Islam di Papua juga diperkuat oleh Kesultanan Tidore.

Kategori :