SURABAYA, RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Blitar, sebuah kota kecil di Jawa Timur, memiliki banyak tempat bersejarah dan menarik untuk dikunjungi.
Salah satunya adalah makam gantung, yang terletak di Pesanggrahan Djojodigdan, Jalan Melati 43, Kota Blitar.
Makam ini menjadi salah satu destinasi wisata religi dan budaya yang banyak dikunjungi oleh peziarah dari berbagai daerah.
Makam gantung merupakan makam dari Mas Ngabehi Bawadiman Djojodigdo, atau yang lebih dikenal dengan nama Eyang Digdo.
BACA JUGA:Membuka Tabir Misteri Benteng Sorosowan, Begini Penjelasanya!
BACA JUGA:Legenda dan Mitos di Jalan Pemuda, Semarang: Merunut Jejak Sejarah dan Energi Gaib
Beliau adalah seorang Patih Blitar yang hidup pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VII di Yogyakarta.
Beliau dikenal sebagai seorang yang berilmu tinggi, terutama ilmu pancasona, yaitu ilmu yang dapat membuat seseorang tidak mati jika jasadnya tidak menyentuh tanah.
Makam ini disebut sebagai makam gantung karena nisannya dibangun lebih tinggi dari nisan-nisan lainnya di pemakaman tersebut.
Nisan ini memiliki tinggi sekitar 1,5 meter dari permukaan tanah, dengan lantai pondasi yang berundak dua.
BACA JUGA:Dibalik Celurit Patah: Kisah Menegangkan Carok Mat Tanjar dan Hasan Tanjung
Di bagian bawah nisan, terdapat tulisan huruf Jawa yang menceritakan riwayat hidup Eyang Digdo.
Eyang Digdo lahir di Kulon Progo, Yogyakarta, pada Rabu Kliwon tanggal 5 Suro 1755 atau 29 Juli 1827.
Beliau menjabat sebagai Patih Blitar sejak tahun 1808 hingga tahun 1909. Beliau meninggal pada Hari Kamis Pon, tanggal 18 Safar 1839 atau 11 Maret 1909, saat berusia 84 tahun.