KANDANGAN, RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Pada suatu masa di desa Parincahan, yang kini dikenal sebagai Banyu Barau, terjadi perlawanan yang menggugah semangat kemerdekaan.
Anak bangsa dari Hulu Sungai Selatan menolak tunduk pada penjajah Belanda.
Bahkan, perlawanan ini dipimpin oleh seorang pangerak, yang setara dengan Ketua LK sekarang.
Semua bermula ketika pihak polisi Belanda menerima laporan bahwa masyarakat Parincahan menolak membayar pajak kepala dan enggan mematuhi perintah penjajah.
BACA JUGA:Miliki Banyak Peninggalan Sejarah, Makam Siapakah di Situs Gunung Padang?
Laporan ini segera diteruskan ke Tuan Kantolor, yang saat itu berada di Banjarmasin.
Sementara menunggu perintahnya, komandan polisi Belanda merencanakan serangan ke Parincahan.
Sayangnya, rencana ini bocor dan diketahui oleh masyarakat setempat.
Pangerak dan tokoh masyarakat Parincahan segera berkumpul untuk merancang strategi pertahanan.
BACA JUGA:Membuka Tabir Makam Kuno di Situs Gunung Padang, Simak Ini Penjelasanya
Dalam rapat tersebut, mereka merancang rencana yang sederhana namun sangat efektif.
Mereka membuat danau buatan yang cukup luas di pinggiran desa, dengan jamban-jamban besar dari pohon kayu di sisinya.
Di tepi danau, mereka mendirikan bangunan besar dengan tiang tinggi, menggantung ayunan raksasa, dan menumpuk paku besi seolah-olah itu adalah tumpukan sayur.
Tertundanya serangan Belanda karena menunggu perintah dari Tuan Kantolor memberi kesempatan masyarakat Parincahan untuk menyiapkan pertahanan tersebut.
BACA JUGA:Kisah Naga Sungai Kandangan: Sebuah Legenda dari Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan