Tradisi Pasola Warisan Budaya Suku Sumba yang Unik dan Sakral Berawal dari Kisah Janda Cantik

Tradisi Pasola Warisan Budaya Suku Sumba yang Unik dan Sakral Berawal dari Kisah Janda Cantik

Tradisi Pasola Warisan Budaya Suku Sumba yang Unik dan Sakral Berawal dari Kisah Janda Cantik-Istimewa/Internet.-

RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Pasola adalah sebuah tradisi adat yang sangat dihormati oleh masyarakat Sumba, khususnya bagi mereka yang masih menganut kepercayaan Marapu.

Kata Pasola berasal dari kata "asola" atau "hola," yang berarti lembing atau tombak. Dengan tambahan awalan "pa" yang berarti saling, Pasola dapat diartikan sebagai "saling menombak" atau "saling menyerang dengan lembing".

Tradisi ini bukan sekadar permainan ketangkasan, melainkan sebuah ritual penting yang melibatkan lemparan lembing tumpul dari atas kuda ke arah lawan, sebagai bagian dari rangkaian upacara adat.

Pasola diadakan setiap tahun di empat lokasi di Kabupaten Sumba Barat secara bergiliran, yaitu di Kampung Kodi, Lamboya, Wonokaka, dan Gaura.

BACA JUGA:Mengenal Tradisi Mistis Banyuwangi: Kebo-Keboan, Petik Laut, dan Ider Bumi

BACA JUGA:9 Senjata Tradisional Indonesia dan Sejarahnya yang Menarik

Waktu pelaksanaan upacara Pasola biasanya berkisar antara bulan Februari hingga Maret, tergantung pada penanggalan tradisional masyarakat Sumba.

Tradisi ini menjadi salah satu daya tarik budaya yang membuat wisatawan domestik dan internasional tertarik datang ke Sumba.

Menurut cerita rakyat yang berkembang di Sumba, tradisi Pasola berawal dari kisah seorang janda cantik bernama Rabu Kaba dari Kampung Waiwuang.

Suaminya, Umbu Dulla, pergi melaut bersama dua pemimpin adat lainnya, namun tak kunjung kembali.

BACA JUGA:Kemeriahan Lomba Tradisional Warnai Peringatan HUT RI Ke 79 di Halaman Kantor Bupati Empat Lawang

BACA JUGA:Tradisi Ngaliwet, Melestarikan Budaya Sunda yang Sarat Makna

Warga mengira mereka telah meninggal di laut, sehingga mengadakan pesta perkabungan.

Dalam situasi tersebut, Rabu Kaba terlibat asmara dengan Teda Gaiparona, seorang pria dari Kampung Kodi.

Namun, Umbu Dulla akhirnya kembali dan menemukan istrinya telah menikah dengan Teda Gaiparona.

Meski merasa kecewa, Umbu Dulla memutuskan untuk mengalihkan kesedihannya dengan meminta diadakan pesta penangkapan Nyale (cacing laut), yang kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan Pasola.

BACA JUGA:Mengenal Sanggah dan Merajan di Bali: Apakah Berbeda? Simak berikut Ulasanya

BACA JUGA:Cerita Rakyat Harimau dan Burung Gagak: Awal Permusuhan yang Abadi

Sebelum Pasola dimulai, serangkaian prosesi adat dilaksanakan, diawali dengan penangkapan Nyale sebagai simbol syukur atas anugerah yang diberikan oleh Tuhan, seperti panen yang melimpah.

Nyale kemudian disajikan di hadapan para Rato (pemuka adat), dan setelah prosesi tersebut selesai, upacara Pasola baru bisa dimulai.

Pasola bukan hanya sekadar tradisi perang-perangan, melainkan juga lambang rasa syukur, penyatuan masyarakat, dan pelestarian adat yang telah turun-temurun dijaga oleh masyarakat Sumba.

Tradisi ini menjadi kebanggaan Sumba, serta memberikan warna yang unik pada kebudayaan Nusantara. **

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: