Aturan Baru Penjaga Pantai China Berpotensi Tingkatkan Konflik Regional
Istimewa/internet--
RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - China, yang telah lama terlibat dalam sengketa maritim di Laut China Selatan dengan Filipina dan negara-negara ASEAN lainnya, akan memberlakukan peraturan baru Penjaga Pantai pada tanggal 15 Juni 2024.
Aturan ini, yang disahkan pada 22 Januari 2021, memungkinkan otoritas China menahan orang asing yang dicurigai melakukan pelanggaran di perairan yang diklaimnya.
Undang-undang ini juga memberi wewenang kepada penjaga pantai China untuk menggunakan senjata jika kedaulatan nasional, hak kedaulatan, dan yurisdiksi mereka dilanggar oleh organisasi atau individu asing.
Menurut Muhammad Waffaa Kharisma, peneliti dari CSIS, aturan baru ini berpotensi memicu konflik di kawasan, termasuk di Laut Natuna Utara, yang selama ini diklaim China sebagai kawasan memancing tradisional. "Potensi konflik besar.
BACA JUGA:Panduan Mengecek Nama Penerima KIP Kuliah Secara Online
Jadi bisa saja insiden penangkapannya terjadi di Laut Natuna Utara misalnya. Kapal kita dianggap melakukan perbuatan ilegal," kata Waffaa kepada DW Indonesia.
Ia juga menyatakan bahwa tindakan sepihak seperti penangkapan dan penahanan dapat menjadi eskalasi baru, meskipun selama ini China lebih sering menggunakan tindakan koersif seperti menabrakkan kapal atau menyemprotkan tembakan air.
Waffaa menekankan bahwa aturan ini mengharuskan negara-negara yang berpotensi terkena dampak untuk meningkatkan pengawasan maritim mereka agar tidak mudah ditangkap.
Selain itu, ia juga menyoroti bahwa pendefinisian area maritim dalam undang-undang tersebut tidak spesifik, sehingga bisa memperkuat klaim sepihak China atas Laut China Selatan.
BACA JUGA:Tempat Wisata Sejuk di Bali yang Cocok untuk Menghindari Panasnya Pantai
Kepala Pusat Studi ASEAN Universitas Airlangga, Vinsensio Dugis, menyuarakan kekhawatiran serupa.
Menurutnya, aturan baru ini dapat menghadirkan krisis lebih lanjut karena menyangkut kapal tempur dari negara lain yang menganggap perairan tersebut sebagai wilayah mereka, seperti Filipina dan Vietnam.
Dugis juga menyoroti ketidakjelasan aturan ini dalam mengatur hubungan dengan masyarakat sipil seperti nelayan, yang bisa memperburuk ketegangan di kawasan.
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. telah menyatakan keprihatinannya terhadap aturan baru ini, menyebutnya sebagai eskalasi yang mengkhawatirkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: