Mantan Presiden dan Presiden ACT Ditetapkan Tersangka
RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID, EMPAT LAWANG - Kasus penyelewengan dana oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) terus diusut Bareskrim Polri. Terbaru, pihaknya menetapkan mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar sebagai tersangka kasus dugaan penyelewengan pengelolaan dana tersebut.
Wakil Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf mengungkapkan pihaknya menetapan tersangka kepada keduanya bersama tersangka lainnya, yakni HH dan NIA.
"A, IK, HH dan NIA yang ditetapkan sebagai tersangka," kata Helfi dalam jumpa pers di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan, Senin 25 Juli 2022.
Diketahui pengusutan kasus dugaan penyelewengan dana oleh ACT tersebut terkait dana bantuan kompensasi untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018.
BACA JUGA:28 Peserta Masuk Menjadi Finalis Bujang Gadis Empat Lawang 2022, ini Wajah-wajahnya
Bareskrim mengusut dugaan penyalahgunaan dana itu, karena Boeing menunjuk ACT sebagai pengelola dana sosial.
Dalam kegunaan awalnya, dana diperuntukkan untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi para ahli waris korban.
Namun dana yang diberikan Boeing diduga dikelola dengan tidak transparan dan menyimpang.
BACA JUGA:Lomba Mewarnai, TK/PAUD Fathina Sabet 2 Tropi
Polisi menduga penyalah gunaan dana tidak sesuai peruntukan, di antaranya untuk kepentingan pribadi para petinggi ACT.
Padahal dana tersebut merupakan kompensasi tragedi kecelakaan.
Di mana, Boeing memberikan dua santunan, yakni uang tunai kepada para ahli waris masing-masing sebesar US$ 144.500 atau sebesar Rp 2,06 miliar dan bantuan non tunai dalam bentuk CSR.
Sebelumnya, Bareskrim Polri melalui Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) sudah memeriksa 18 saksi dalam penyidikan kasus ACT.
BACA JUGA:Pembunuh Dua Wanita di Perumahan Dream Land Adalah Adik Kandung Sendiri
“Sudah 18 orang saksi diperiksa,” kata Kepala Subdirektorat (Kasubdit) IV Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol. Andri Sudarmaji dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Rabu 20 Juli 2022.
Pemeriksaan saksi-saksi telah bergulir sejak Dittipideksus melakukan penyelidikan pada hari Jumat 8 Juli 2022.
Pemeriksaan ini, diawali dengan pemeriksaan terhadap petinggi ACT, yakni pendiri ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar.
Sejak itu pemeriksaan saksi-saksi terus berlanjut sampai penyidik menaikkan status penanganan perkara ke tahap penyidikan pada hari Senin 11 Juli 2022.
BACA JUGA:Optimalkan Capaian Kerja, Kejari Pagaralam Laksanakan Tujuh Perintah Harian Kajagung
Ahyudin dan Ibnu Khajar menjalani pemeriksaan secara maraton sejak Jumat 8 Juli sampai Senin 18 Juli.
Selain Ahyudin dan Ibnu Khajar, penyidik juga meminta keterangan sejumlah saksi lainnya, di antaranya Manajer PT Lion Mentari Airlines (Lion Air) Ganjar Rahayu terkait dengan penyidikan kasus dugaan penyelewengan dana CSR ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 oleh ACT.
Sebelumnya, Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Whisnu Hermawan menyebutkan ada tiga hal yang penyidik dalami pada kasus ACT.
Yakni terkait dengan dugaan penyelewengan dana CSR ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.
BACA JUGA:Pantas Murah, Ini Perbedaan Antara TBS Sawit A dengan TBS Sawit B
Selain itu, lanjut dia, masalah penggunaan uang donasi yang tidak sesuai dengan peruntukkannya, yaitu terkait dengan informasi yang diberikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPAT).
“Yang ketiga adanya dugaan menggunakan perusahaan-perusahaan baru sebagai cangkang dari perusahaan ACT, ini didalami,” kata Whisnu di Bareskrim Polri, Kamis 14 Juli 2022 lalu.
Penyidik mengendus pendirian sejumlah perusahaan ini sebagai perusahaan cangkang ini untuk pencucian uang
“Perusahaan cangkang yang dibentuk tetapi tidak beroperasi sesuai dengan pendiriannya, hanya untuk sebagai perusahaan money laundering,” kata Whisnu.
Dalam mengusut kasus ini, polisi mendalami Pasal 372 jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: