RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID – Revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) kembali memunculkan perdebatan baru.
Komisi X DPR RI mengusulkan agar mata pelajaran Sejarah dan Sastra masuk sebagai pelajaran wajib di sekolah.
Dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Sisdiknas yang tengah dibahas DPR bersama pemerintah, dua mata pelajaran tersebut memang belum tercantum sebagai pelajaran wajib.
Namun, anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, menegaskan bahwa usulan ini merupakan komitmen fraksi PDIP untuk membentuk karakter dan daya pikir generasi muda.
BACA JUGA:Seluruh Fraksi DPRD Empat Lawang Setujui Raperda Perubahan APBD 2025
BACA JUGA:Lapangan Talang Jawa: Lomba Drum Band Warnai HUT ke-80 RI di Empat Lawang
“Mata pelajaran Sejarah dan Sastra perlu diwajibkan untuk meningkatkan gairah membaca dan kapasitas imajinasi berpikir siswa,” ujar Bonnie dalam keterangan tertulis, Selasa (12/8/2025).
Pandangan Pakar: Tidak Perlu Jadi Mapel Wajib
Meski demikian, pandangan berbeda datang dari Bukik Setiawan, pengamat pendidikan sekaligus Ketua Yayasan Guru Belajar. Menurutnya, Sejarah dan Sastra memang penting, tetapi tidak harus diwajibkan melalui undang-undang.
“Dua bidang ini adalah dasar kemampuan paling manusiawi: memahami masa lalu dan membayangkan masa depan. Namun pendidikan butuh fleksibilitas, adaptif, dan kontekstual,” tegas Bukik.
BACA JUGA:Dari Dapur Rumah ke Etalase Bandara, Kisah Sukses UMKM Bersama Rumah BUMN Binaan BRI
BACA JUGA:Suami Istri dari Musi Rawas Kompak Jual Ekstasi di Lubuk Linggau, Polisi Amankan Puluhan Butir
Ia menilai, kurikulum sebaiknya memberi ruang yang merespons tantangan global dan konteks lokal yang terus berubah.
Jika hari ini Sejarah dan Sastra diwajibkan, ke depan bisa saja muncul bidang baru seperti teknologi naratif atau etnografi digital.
Solusi Kreatif Tanpa Penambahan Mapel