Fenomena Mendulang Emas Tradisional di Sungai Rupit, Potensi Ekonomi dan Tantangan Lingkungan

Kamis 07-11-2024,16:48 WIB
Reporter : Mael
Editor : Mael

RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Kabupaten Muratara di Provinsi Sumatera Selatan kembali ramai diperbincangkan seiring aktivitas mendulang emas yang dilakukan masyarakat setempat. 

Setelah perusahaan tambang emas PT Dwinad Nusa Sejahtera (DNS) di Karang Jaya menghentikan operasinya sejak 2018, penambang emas tradisional terus eksis. 

Ratusan warga, baik laki-laki maupun perempuan, terlihat mendulang emas di aliran Sungai Rupit, tepatnya di Kelurahan Muara Rupit, Kecamatan Rupit.

Kegiatan mendulang ini dilakukan dengan peralatan sederhana, seperti alat dulang tradisional, untuk menyaring butiran emas dari pasir dan kerikil sungai. 

BACA JUGA:BREAKING NEWS! Asap Hitam Mengepul di Gedung PLN Palembang

BACA JUGA:Ratusan Kades di OKU Timur Dibina untuk Jaga Netralitas dalam Pilkada 2024

Para pendulang berharap mendapat emas yang dapat menambah penghasilan mereka. 

“Saya dengar kabar dari teman, ada yang menemukan butiran emas di sini. Sejak itu, kami mencoba peruntungan,” ungkap Zainal (45), salah satu pendulang.

Keuntungan dan Tantangan di Balik Mendulang Emas

Meski tak selalu membawa hasil melimpah, aktivitas mendulang emas menjadi sumber pendapatan alternatif bagi masyarakat setempat. 

BACA JUGA:PT KPI RU III Plaju Salurkan Bantuan Nutrisi untuk Tekan Angka Stunting di Banyuasin dan Palembang

BACA JUGA:Sumsel Masuk Musim Hujan, Peningkatan Curah Hujan dan Risiko Bencana Perlu Diwaspadai

Seperti yang diungkapkan oleh Yanti (39), seorang ibu rumah tangga.

“Hasilnya kadang sedikit, kadang banyak. Tapi ini lebih baik daripada tidak ada tambahan pendapatan sama sekali,” ungkapnya.

Dalam sehari, Yanti bisa mendapatkan sekitar 1 hingga 5 gram emas murni berkadar 90 persen, yang kemudian dijual ke Jambi dengan harga per gram mencapai Rp1.543.000.

Kategori :