Tradisi Membawa Keris di Ponorogo, Berbeda dengan Pengaruh Keraton Jawa Modern

Kamis 12-09-2024,05:59 WIB
Reporter : Adi Candra
Editor : Adi Candra

RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Ponorogo, sebuah daerah yang terkenal dengan warisan budaya dan tradisi leluhurnya, memiliki perbedaan unik dalam hal penggunaan keris dibandingkan dengan keraton-keraton Jawa.

Masyarakat Ponorogo yang memegang teguh tradisi lama selalu meletakkan keris di bagian depan atau menyamping tubuh, tidak di bagian belakang seperti yang kini umum dilakukan oleh keraton Jawa.

Pengaruh Keraton Jawa Modern

Ketika seseorang di Ponorogo terlihat mengenakan keris di bagian belakang tubuh, hal itu hampir dapat dipastikan sebagai pengaruh dari keraton Jawa modern.

BACA JUGA:Mengenal Sanggah dan Merajan di Bali: Apakah Berbeda? Simak berikut Ulasanya

BACA JUGA:Kisah Raden Walangsungsang - Pendiri Cirebon yang Menorehkan Sejarah

Tradisi keraton Jawa yang saat ini meletakkan keris di belakang badan sebenarnya merupakan perkembangan yang berbeda dari tradisi Ponorogo.

Pada masa lampau, Ponorogo justru menjadi kekuatan yang signifikan dalam mempengaruhi cara membawa keris di keraton Jawa, di mana keris diletakkan di bagian depan tubuh.

Sejarah Dukungan Ponorogo untuk Mataram Islam

Dalam sejarah Kesultanan Mataram Islam, Ponorogo memiliki peran penting.

BACA JUGA:Siapa Sebenarnya Ratu Kalinyamat? Simak Ulasannya

BACA JUGA:Peradaban yang Hilang! Harta Karun yang Terkubur di Dekat Piramid Mesir Ini Ungkap Segalanya

Pada masa pemerintahan Amangkurat II, Ponorogo memberikan bantuan dalam menumpas pemberontakan Trunojoyo yang didukung oleh Makassar.

Saat itu, keris yang dikenakan oleh Amangkurat II dan Amangkurat III ditempatkan di depan atau menyamping tubuh, sama seperti tradisi Ponorogo.

Namun, seiring waktu, tradisi ini bergeser di keraton-keraton Jawa.

Lukisan Sejarah: Amangkurat dan Pangeran Diponegoro

BACA JUGA:RM Panji Sosrokartono: Sang Jenius yang Tersembunyi dari Sejarah Bangsa

BACA JUGA:Mengenal Sanggah dan Merajan di Bali: Apakah Berbeda?

Dalam beberapa lukisan yang menggambarkan Amangkurat II dan Amangkurat III, terlihat jelas bahwa keris mereka diletakkan di bagian depan atau samping tubuh, bukan di belakang.

Hal ini berlanjut hingga Pangeran Diponegoro, yang juga mengikuti tradisi tersebut.

Pangeran Diponegoro sendiri pernah menimba ilmu di Pondok Tegalsari, Ponorogo, yang mungkin turut memengaruhi gaya tradisi membawa kerisnya.

Penyeragaman Keris: Pengaruh Hindia Belanda?

BACA JUGA:Adityawarman ke Bumi Malayu: Sejarah dan Legenda Penguasaan Malayapura

BACA JUGA:Asal Usul Suku Serawai: Sejarah, Mitos, dan Perkembangan

Pertanyaan yang muncul adalah, apakah penyeragaman cara membawa keris di belakang tubuh merupakan produk dari Hindia Belanda setelah Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro? Hal ini masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan.

Namun, yang pasti, hingga saat ini seluruh punggawa keraton Jawa selalu meletakkan keris mereka di bagian belakang tubuh.

Ponorogo: Menjaga Tradisi Lama

Berbeda dengan keraton Jawa, masyarakat Ponorogo hingga kini tetap mempertahankan tradisi lama dalam membawa keris.

BACA JUGA:Mengulik Situs Seputih Mayang: Saksi Bisu Peradaban Megalitikum di Jember

BACA JUGA:Kisah Raden Ajeng Koestiyah: Permaisuri Sunan Pakubuwana IX

Keris selalu ditempatkan di bagian depan tubuh, sebuah simbol yang menegaskan identitas budaya Ponorogo yang kokoh dan terjaga dari waktu ke waktu.**

Kategori :