Dalam bahasa Wolio yang digunakan di Buton, istilah "Tobelo" bahkan menjadi sinonim dengan "perompak", "raksasa", dan "penggertak".
BACA JUGA:Makam K.T. Pusponegoro, Warisan Sejarah di Gresik yang Sarat Nilai Budaya
BACA JUGA:Asal-Usul Keris Sangyang Naga, Pusaka Sunan Gunung Jati
Hal ini menggambarkan betapa ditakutinya kelompok ini di mata masyarakat setempat.
Salah satu pemimpin Bajak Laut Tobelo yang terkenal adalah Lobo, atau dikenal juga sebagai Laba.
Pada tahun 1855, Lobo tertangkap saat bersembunyi di Gamhoku, Tobelo. Penangkapan Lobo tidak lepas dari operasi militer yang dilakukan oleh Angkatan Laut Belanda dengan menggunakan kapal perang Vesuvius.
Setelah Residen Ternate, Stierling, memerintahkan penyerahan Lobo, tetapi tidak diindahkan, kapal perang Vesuvius menembak Gamhoku hingga rata dengan tanah, memaksa ibukota dipindahkan ke Gamsungi.
BACA JUGA:Pangeran Bratakelana, Putra Sunan Gunung Jati Terbunuh oleh Bajak Laut
BACA JUGA:Pejuang Vietcong, Kehadiran Wanita Cantik Angkat Sejata di Tengah Perang Vietnam
Kisah Bajak Laut Tobelo merupakan salah satu lembaran sejarah kelam dalam dunia maritim Nusantara.
Meskipun mereka telah lama hilang dari perairan Indonesia, nama dan reputasi mereka tetap menjadi bagian dari catatan sejarah yang menakutkan hingga saat ini. **