Mitos dan Fakta Pulau Emas di Sumatera, Dari Suvarnabhumi hingga Papua

Minggu 18-08-2024,14:34 WIB
Reporter : Andika
Editor : Andika

Di Aceh, sejarawan Prancis Denys Lombard dalam bukunya Kerajaan Aceh (1986) mencatat bahwa Kerajaan Aceh memiliki 300 tambang emas yang menghasilkan emas 24 karat secara melimpah.

Jenderal Prancis, Augustin de Beaulieu, yang mengunjungi Aceh pada tahun 1621, menyebut bahwa tanah di Aceh seolah mengeluarkan emas, dengan gumpalan emas sering kali ditemukan di sana.

BACA JUGA:KABAR DUKA! Kepala Dinas DPPA Muba, Endang Dwi Hastuti Tutup Usia

BACA JUGA:Tragedi Cinta Rara Mendut: Pemberontakan Hati di Bawah Bayang Mataram

Pada masa kolonial, eksploitasi emas di Sumatera mencapai puncaknya.

Perdagangan emas menjadi sumber pendapatan utama bagi penguasa kolonial, selain dari perdagangan rempah-rempah.

Penduduk lokal juga memanfaatkan kesempatan ini dengan mengolah emas dan melahirkan pengusaha-pengusaha kaya yang kemudian berkontribusi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Meskipun penambangan emas di Sumatera masih berlangsung hingga saat ini, jumlahnya telah berkurang drastis dibandingkan masa lalu.

Kisah tentang pulau emas kini lebih cocok disematkan pada pulau lain di Indonesia, yaitu Papua.

BACA JUGA:Kemenkumham dan Kejaksaan Agung Buka Pendaftaran CPNS dan PPPK 2024, Tersedia Ribuan Formasi untuk Lulusan SMA

BACA JUGA:Joncik Bagikan Hadiah ke Pemenang Lomba Menulis Surat

Pulau yang terletak di ujung timur Indonesia ini kini dikenal sebagai salah satu sumber emas terbesar di dunia, dengan tambang emas Grasberg sebagai tambang emas terbesar di dunia.

Mitos tentang pulau emas telah memikat imajinasi manusia selama ribuan tahun. Dari Suvarnabhumi hingga San Fo Tjai, kisah ini terus berkembang seiring berjalannya waktu.

Namun, pada akhirnya, fakta sejarah menunjukkan bahwa Sumatera memang pernah menjadi "Pulau Emas" yang legendaris, meskipun saat ini status tersebut mungkin lebih tepat disematkan pada Papua.

 

 

Kategori :