Fakta Kelam Dibalik Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Jumat 05-07-2024,18:32 WIB
Reporter : Mael
Editor : Mael

BACA JUGA:Bulan Suro 1958, 8 Makna dan Keistimewaan Bulan Muharam dalam Islam

7. Perubahan Konstitusi dan Penyimpangan Hukum

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mengembalikan UUD 1945 dan menghapus Konstituante mengabaikan proses demokratis yang seharusnya terjadi dalam perubahan konstitusi.

Penggunaan dekrit untuk merubah sistem pemerintahan juga dianggap sebagai langkah yang tidak konstitusional dan menciptakan preseden buruk dalam tata kelola hukum negara.

Ini menandakan bahwa pemerintahan dapat mengabaikan proses hukum demi mencapai tujuan politik.

BACA JUGA:1 Suro 2024 Kapan? Berikut Ritual Memandikan Keris Berikut Tata Cara Mencuci Benda Pusaka Simak Sampai Selesai

8. Dampak Sosial dan Kemanusiaan

Polarisasi ideologis dan penindasan terhadap kelompok-kelompok tertentu selama masa Demokrasi Terpimpin menimbulkan dampak sosial dan kemanusiaan yang signifikan.

Peristiwa G30S/PKI, misalnya, menyebabkan tragedi kemanusiaan dengan ratusan ribu orang dibunuh atau ditahan tanpa proses hukum yang jelas.

Banyak keluarga yang kehilangan anggota keluarga, dan trauma sosial yang diakibatkan oleh peristiwa tersebut masih dirasakan hingga saat ini.

BACA JUGA:Menguak Kepribadian dari Pilihan Es Krim: Apa Kata Rasa Favoritmu tentang Dirimu?

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 membawa perubahan besar dalam struktur politik Indonesia, mengakhiri era parlementer dan memulai era Demokrasi Terpimpin di bawah kekuasaan Presiden Soekarno.

Namun, di balik langkah ini terdapat sejumlah fakta kelam yang mencerminkan penyalahgunaan kekuasaan, penindasan politik, krisis ekonomi, polarisasi ideologis, dan pelanggaran hak asasi manusia. (*)

Kategori :