SURAKARTA, RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Di tengah gemerlap bulan Ramadan, Masjid Agung Surakarta menyuguhkan tradisi unik yang mencerminkan keberagaman dan ukhuwah Islamiyah.
Dua jemaah, dengan jumlah rakat yang berbeda, berkumpul di bawah satu atap masjid.
Sebuah fenomena yang menarik, di mana kesejukan ukhuwah Islamiyah terpancar meski berbeda imam dan jumlah rakat.
Pluralisme dan Ukhuwah Islamiyah
Setiap malam, masjid itu dipenuhi oleh dua kelompok jemaah yang saling menghormati.
Satu kelompok melakukan salat tarawih dengan 11 rakaat, sementara kelompok lainnya melakukan 23 rakaat.
Meski ada perbedaan, namun semangat ukhuwah Islamiyah terpancar dengan kuat.
Kedua jemaah itu saling menghormati, menjaga kekhusyukan salat masing-masing, dan merajut persaudaraan dalam ibadah.
BACA JUGA:5 Jebakan Saat Sahur: Hindari Makanan Ini untuk Menghindari Dehidrasi Seharian
Asal Usul Tradisi
Tradisi ini bukanlah hal yang baru. Sudah puluhan tahun, Masjid Agung Surakarta menerapkan pemisahan jemaah tarawih.
Awalnya, semua jemaah melaksanakan tarawih dengan 23 rakaat. Namun, pada tahun 1983, atas saran KH Muthohar Al Hafidz, tradisi memisahkan antara jemaah yang melakukan 11 rakaat dan 23 rakaat mulai diterapkan.
Tujuannya sederhana: menjaga kebersamaan dan kesejukan ibadah di bulan suci Ramadan.