Perang Belasting di Sumatera Barat: Perjuangan Melawan Pajak Langsung
RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Pada tahun 1908, Belanda mengambil langkah signifikan dengan menghapus sistem Tanam Paksa yang telah lama menjadi sumber ketidakpuasan di Hindia Belanda.
Langkah ini diikuti oleh pemberlakuan pajak langsung, yang kemudian memicu peristiwa bersejarah yang dikenal sebagai Perang Belasting di Sumatera Barat.
Sebelumnya, sistem Tanam Paksa telah menjadi pilar ekonomi Hindia Belanda, memaksa petani untuk menanam tanaman komoditas tertentu seperti tembakau dengan kuota tertentu.
BACA JUGA:Pendudukan Jepang di Sumatera Barat: Kemitraan dan Transformasi Militer
Kebijakan ini menyulut protes dan penderitaan di kalangan petani, yang merasa terkekang oleh ketidakadilan ekonomi.
Pada tahun 1908, pemerintah Belanda merespons tekanan dan menghapus sistem tersebut, menyuarakan langkah menuju kebijakan yang lebih adil.
Namun, kebijakan baru ini, yakni pemberlakuan pajak langsung, malah menjadi pemicu perang di Sumatera Barat.
BACA JUGA:Masa Politik Sumatera Barat pada 1930-an: Perkembangan Partai Politik dan Penumpasan
Masyarakat merasa bahwa pajak ini memberatkan terutama bagi mereka yang sudah lama merasakan tekanan ekonomi di bawah sistem Tanam Paksa.
Perlawanan melawan pajak langsung ini bukan hanya sekadar protes terhadap beban finansial baru, tetapi juga mencerminkan aspirasi untuk keadilan dan kemandirian.
Perang Belasting di Sumatera Barat menjadi panggung bagi berbagai tokoh perlawanan, baik tokoh adat maupun intelektual.
BACA JUGA:Polda Sumsel Gelar Sertijab 18 Pejabat Utama dan Kapolres, Ada Nama Kapolres Empat Lawang yang Baru
Mereka bersatu dalam perjuangan untuk menolak pemberlakuan pajak yang dianggap merugikan ini.
Meskipun perang ini mungkin tidak sebesar perang bersenjata, namun melibatkan perlawanan dalam bentuk protes massal, mogok, dan tindakan sipil lainnya.