Proses evaporasi air tersebut akan menurunkan suhu udara di sisi tembikar lainnya. Sistem ini diketahui terinspirasi dari teknik pendinginan kuno, yaitu air yang tetap dingin di dalam pot tanah liat.
Teknik yang sama kemudian diadaptasi dengan cermat menjadi sistem pendingin udara alami Beehive ini.
Tembikar dari tanah liat memiliki sifat pendinginan alami sehingga juga memenuhi aspek ramah lingkungan.
BACA JUGA:Cara Budidaya Bawang Merah di Polibeg Di Jamin Panen Cepat
Sistem ini juga menggunakan baja yang bisa didaur ulang dan air yang bisa dipompa dan disirkulasikan sehingga menjadikannya sebagai alternatif yang efisien dari segi biaya.
Berbeda dengan AC biasa menggunakan listrik sekitar 9 kWh untuk menurunkan suhu dari 30℃ menjadi 27℃, sistem pendingin udara Beehive ini hanya menggunakan listrik sebesar 3 kWh saja.
Melansir situs Clean Energy Challenge, Senin (30/10/2023), sistem pendingin udara Beehive ini mengonsumsi listrik 40% lebih sedikit dibandingkan dengan sistem pendingin udara lainnya.
Selain menciptakan solusi inovatif, proyek ini diketahui juga memiliki tujuan sosial.
Siripurapu mengaku ingin menghidupkan kembali kerajinan tembikar yang mulai punah dan memberikan lapangan kerja bagi para pengrajin dengan melibatkan mereka dalam pembuatan tembikar tanah liat.
Bentuk sistem ini terinspirasi dari struktur sarang lebah yang menggambarkan kerjasama alam dan teknologi dalam menciptakan sesuatu yang bermanfaat.
Siripurapu memiliki visi yang ambisius untuk masa depan, yaitu menjadikan sistem pendingin pribadi sebagai alternatif yang bisa merevolusi industri pendinginan.
BACA JUGA:Manfaat Bunga Belimbing Wuluh: Sumber Daya Alami yang Berguna
Atas inovasinya tersebut, Siripurapu berhasil meraih penghargaan dalam Asia-Pacific Low-Carbon Lifestyles Challenge dan dianugerahi dana sebesar US$ 10.000 atau sekitar Rp 159 juta oleh UN Environment, serta menjadi salah satu dari 12 startup yang berhasil meraih penghargaan dari total 180 peserta yang berasal dari 22 negara. (Pad)