Dalam pesugihan tumbal susuan, pelaku utamanya adalah pasangan suami istri yang memiliki keinginan untuk memperoleh kekayaan tanpa harus bekerja keras.
Mereka percaya bahwa dengan merawat jenis tuyul atau jin yang mereka miliki, mereka akan mendapatkan uang secara teratur tanpa harus bekerja.
Jenis tuyul yang dimaksud di sini adalah makhluk halus yang dipercayai memiliki kemampuan untuk mengumpulkan uang dari berbagai sumber gaib.
Mitos yang mengelilingi pesugihan tumbal susuan sering kali menggambarkan bahwa tuyul tersebut harus diperlakukan sebagaimana layaknya anak kandung.
BACA JUGA:Gunung Argopuro Membebaskan Rahasia Misteri dari Legenda Dewi Rengganis Hingga Pasar Setan
Ini berarti mereka harus dirawat, diberi makan, dan bahkan disusui oleh pasangan suami istri yang memeliharanya.
Tindakan seperti ini diyakini dapat memperkuat ikatan antara pelaku dan tuyul, sehingga tuyul tersebut akan bekerja lebih efektif dalam mengumpulkan kekayaan.
Namun, ada banyak kontroversi dan skeptisisme yang mengelilingi pesugihan tumbal susuan.
Banyak yang memandangnya sebagai praktik yang tidak etis dan melanggar norma sosial.
BACA JUGA:Misteri Legenda Dewi Rengganis, Kisah Cinta dan Keberanian di Gunung Argopuro
Selain dampak sosial dan etis, pesugihan tumbal susuan juga melibatkan risiko besar bagi pelakunya.
Mereka mungkin terjerat dalam praktik-praktik yang dapat merugikan mereka secara finansial, hukum, atau bahkan secara fisik dan mental.
Belum lagi, terlibat dalam praktik-praktik seperti ini dapat membawa dampak negatif pada hubungan dalam keluarga dan masyarakat. (*)