RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Dalam era digital saat ini, pinjaman online atau yang sering disebut sebagai pinjol telah menjadi alternatif yang populer untuk memenuhi kebutuhan keuangan sehari-hari.
Namun, seperti halnya layanan keuangan lainnya, pinjol juga memiliki risiko dan konsekuensi yang perlu dipahami dengan baik oleh calon debitur.
Artikel ini akan membahas beberapa konsekuensi yang harus dihadapi debitur jika mereka gagal membayar pinjaman pada penyelenggara fintech peer-to-peer lending, baik yang legal maupun ilegal.
BACA JUGA:Menghadapi Ancaman Pinjaman Online Ilegal, Waspada dan Melaporkan
1. Bunga yang Membengkak
Salah satu perbedaan utama antara pinjaman online dengan pinjaman dari bank konvensional adalah tingkat bunga yang lebih tinggi.
Kondisi ini sering kali menyebabkan tagihan pinjol membengkak secara signifikan, bahkan berkali-kali lipat dari jumlah pinjaman pokoknya.
Kasus seperti yang dialami oleh Melati, seorang guru TK, mencerminkan dampak negatif dari tingginya bunga pinjol.
BACA JUGA:Perbedaan Mendasar Antara Pinjaman Online Legal dan Ilegal, Membedakan untuk Melindungi Diri
Meskipun ketentuan bunga dan denda untuk pinjol legal diatur oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), masih ada pinjol ilegal yang mematok bunga yang sangat tinggi.
Menurut kode etik AFPI, biaya atau bunga pinjaman tidak boleh lebih dari 0,8 persen per hari, dan total bunga termasuk denda keterlambatan tidak boleh melebihi 100 persen dari nilai pokok pinjaman.
2. Penagihan yang Intimidatif
Debitur yang gagal membayar pinjaman dihadapkan pada risiko penagihan yang intimidatif oleh para debt collector atau penagih utang.
BACA JUGA:OJK Rilis Daftar 148 Pinjol Sah yang Memiliki Izin Tahun 2023, Jangan Salah pilih!
Kasus seperti yang dialami oleh Melati menggambarkan pengalaman yang mengerikan, termasuk pesan kasar dan bahkan ancaman pembunuhan.