EMPAT LAWANG, RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Kepala dan kulit hewan kurban ternyata tidak boleh diambil sebagai upah menyembeli atau dijual.
Meskipun itu sudah menjadi kebiasaan, namun hukum dalam agama tidak membolehkan.
Lalu, bagaimana penjelasannya? Berikut uraiannya:
KH Achef Noor Mubarok MR, Pimpinan Pondok Pesantren Daarul Anba, Bantargebang, Cibeureum, Kota Tasikmalaya, secara umum mengamanatkan agar pelaksanaan ibadah kurban harus sesuai dengan contoh dari Rasulullah SAW.
BACA JUGA:Penyebab Telinga Berdengung Dalam Islam, Ini Penjelasannya!!
BACA JUGA:Main Hp Saat Bersama Pasangan Bisa Merusak Hubungan Loh! Ini Kata Ahlinya
”Karena kurban itu merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah Swt, maka kita harus memperhatikan dua syarat diterimanya amal. Kedua syarat itu adalah niat yang ikhlas lillahi ta’ala dan tata cara pelaksanaan yang benar sesuai contoh dari Rasulullah Saw,” tandas KH Achef.
Dari beberapa fenomena yang dianggap biasa dilakukan tersebut, perlu diurai ke dalam beberapa topik.
Pertama, mengenai upah untuk juru sembelih yang diambil dari bagian hewan kurban.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Ali bin Abi Thalib ra, dia berkata, ”Nabi Saw memerintahkanku agar aku mengurusi unta (untuk kurban) namun aku tidak boleh memberikan apa pun dari hewan kurban itu kepada penyembelih.”
BACA JUGA:Berapa Harga Daihatsu Xenia Generasi Pertama? Ini Jawabannya!
BACA JUGA:SIMAK!! 7 Manfaat Jahe Bikin Dunia Kesehatan Berdecak Kagum
Jadi, dalam hadits tersebut Rasulullah Saw melarang (haram) menjadikan bagian apa pun dari hewan kurban sebagai upah untuk juru sembelih.
Seluruh bagiannya harus dibagi-bagikan sebagai sedekah kepada masyarakat, terutama untuk fakir dan miskin. Penjelasan rinci mengenai hal tersebut terdapat juga dalam Fat-hul Bari.
Adapun upah untuk juru sembelih, hal tersebut bisa diberikan kepadanya yang sumbernya berasal dari dana operasional atau terkadang disebut sebagai ”kokobot”.