"Antara lain letak geografis, kesiapan infra struktur, ekonomis, sosial, politis, dan seterusnya," beber Eka.
Jika di-breakdown beberapa faktor tersebut, lanjut Eka Rahman, tentu Kota Lubuklinggau punya beberapa hal yang menguntungkan.
BACA JUGA:Komitmen! Deru-Mawardi Tetap Berpasangan di Pilgub Sumsel 2024
Pertama, kesiapan infrastruktur sebagai ibukota relatif lebih baik daripada kabupaten/kota lain yang ada.
Sebagai daerah termaju kedua di Sumsel setelah Palembang, tentu sarana/prasarana yang ada di Kota Lubuklinggau bisa mendukung kesiapan sebagai ibukota provinsi.
BACA JUGA:Bukan Hanya Linggau, Calon Ibukota Sumsel Barat Dibidik 2 Kabupaten/Kota Ini?
Kedua, lanjut Eka Rahman, faktor geografis sebagai kota transit yang menjadi perlintasan bagi lalu lintas ke berbagai daerah, tentu akses ini menjadi salah satu sisi positif dari kota yang sering disebut Bumi Silampari.
Walaupun, faktor geografis ini juga ada kekurangan.
BACA JUGA:6 Warga Sumsel Tenggelam di Bengkulu, 3 Dipastikan Meninggal 1 Selamat 2 Masih Hilang
Jika mempertimbangkan alasan utama dari pemekaran wilayah adalah mempersingkat/memperpendek rentang kendali birokrasi pelayanan publik (public service), maka idealnya posisi ibukota ada di tengah-tengah dari 8 wilayah tersebut.
Namun Kota Lubuklinggau ada di paling ujung provinsi, jadi akan relatif jauh bagi daerah Muara Enim dan PALI untuk ke ibukota.
BACA JUGA:5 Daerah Sumsel Dengan Penduduk Miskin Paling Banyak, Empat Lawang Masuk?
Ketiga, ungkap Eka, tak kalah penting adalah faktor sosial politis bagi Kota Lubuklinggau.
Misalnya, bagaimana figur tokoh dari Kota Lubuklinggau berperan secara dominan atau tidak dalam presidium pemekaran dan kerja- kerja pemekaran.
BACA JUGA:Wow! Rp4,2 Triliun Uang Tunai Beredar di Sumsel Selama Ramadan dan Lebaran, Anda Pasti Kebagian?!
Bagaimana peran tokoh-tokoh yang berasal dari Lubuklinggau memiliki akses terhadap Kemendagri, Dirjen Otoda maupun Komisi II DPR RI yang membidangi pemekaran daerah dan lain-lain.