Mengulik Wetu Telu: Falsafah Tradisional Desa Bayan yang Harmonis

Mengulik Wetu Telu: Falsafah Tradisional Desa Bayan yang Harmonis

Istimewa/internet --

RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Desa Bayan tetap teguh pada warisan budaya dengan melaksanakan ritual-ritual adat, menjadikannya sebagai Desa tradisional yang unik.

Falsafah utama yang masih menjadi pijakan masyarakat di desa ini adalah "wetu telu."

Falsafah "wetu telu" merupakan landasan bagi masyarakat adat Bayan, memegang erat tiga unsur utama.

Pertama, hubungan Tuhan dengan manusia, melibatkan para kiai.

Kedua, hubungan manusia dengan sesamanya, melibatkan pranata-pranata dan sesepuh adat.

BACA JUGA:Jika Berkunjung ke Babel Jangan Coba-Coba Menepuk Air di Kolong, Ini Alasannya!

Terakhir, hubungan manusia dengan lingkungan, diperankan oleh para Toaq Lokaq (para orang tua).

Seimbangnya ketiga unsur ini dianggap krusial, karena ketidakseimbangan dapat menghambat keseimbangan hidup masyarakat (Tim Penyusun Monografi Daerah Nusa Tenggara Barat. 

Menariknya, falsafah "wetu telu" awalnya merupakan hasil sinkretisme antara agama Islam yang masuk belakangan di Lombok dan agama Siwa-Budha yang telah menjadi agama masyarakat Lombok pada masa itu.

Proses ini terjadi karena penyebar agama Islam beroperasi dengan hati-hati, mengakomodasi nilai-nilai lokal tanpa menghilangkan esensi ajaran Islam (Tim Penyusun Monografi Daerah Nusa Tenggara Barat. 

BACA JUGA:Membuka Tabir Misteri Bangka Belitung yang Menyeremkan, Salahsatunya Batu Menangis di Pantai Pemali

Desa Bayan, dengan keunikan falsafah "wetu telu," menunjukkan bahwa harmoni antara tradisi lokal dan agama dapat menciptakan keberagaman budaya yang kaya dan bertahan hingga saat ini. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: