Proses pembuatan dandang masih dilakukan secara manual, mulai dari memotong aluminium hingga mengetok dan membentuknya menjadi dandang siap pakai.
"Alhamdulillah, masih ada pesanan meski hanya 2-4 buah per hari," tambah Ruslan.
Untuk pemasaran, Ruslan kini mengandalkan penjualan melalui toko-toko dan media sosial.
"Sekarang lebih sulit, pembeli jarang datang langsung seperti dulu. Kami lebih banyak menitipkan produk di toko-toko atau memasarkan ke kampung-kampung," pungkasnya.
Meski era kejayaan Kampung Dandang sudah mulai memudar, perajin seperti Ruslan tetap berjuang untuk melestarikan tradisi yang sudah melekat sejak lama.
Bagi warga Lubuklinggau, dandang bukan sekadar alat masak, tetapi simbol sejarah dan kebanggaan kota. **