RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Desa Banyuputih, Kecamatan Wringin, Bondowoso, menyimpan sebuah warisan sejarah yang unik dan menakjubkan. Di desa ini, terdapat sebuah batu besar yang dikenal dengan nama Betoh Labeng.
Dalam bahasa Madura, "Betoh" berarti batu dan "Labeng" berarti pintu, sehingga secara harfiah, Betoh Labeng berarti "Batu Pintu".
Keunikan batu ini terletak pada bentuknya yang menyerupai pintu dengan celah di bagian tengahnya, yang membuatnya tampak seperti gerbang alami.
Meskipun terlihat seperti satu batu besar, Betoh Labeng sebenarnya terdiri dari beberapa batu yang disusun tanpa perekat, namun tetap kokoh berdiri hingga sekarang.
BACA JUGA:Penemuan Relik Perang Kuno di Lepas Pantai Sisilia: Mengungkap Jejak Perang Punisia Pertama
Di tengah batu ini terdapat celah yang tembus dari satu sisi ke sisi lainnya, dengan lebar sekitar setengah meter dan tinggi sekitar tiga meter.
Masyarakat setempat memiliki kepercayaan bahwa celah di Betoh Labeng dapat digunakan untuk melihat tanda datangnya musim kemarau.
Setiap pagi, warga desa berdiri di depan batu ini, dan jika matahari terbit terlihat dari celah tersebut, maka itu menjadi penanda bahwa musim kemarau telah tiba.
Bagi para petani tembakau di sekitar desa, momen ini sangat penting karena menjadi waktu yang tepat untuk mulai menanam tembakau.
BACA JUGA:Kuasa Hukum Bakal Calon HBA dan Heni Verawati Tuding KPU Empat Lawang Manipulasi Aturan Pendaftaran
BACA JUGA:Penjelajahan Jejak Permukiman Lama di Waduk Gajah Mungkur yang Surut
Betoh Labeng bukan hanya sebuah batu biasa. Di masa lalu, batu ini dikenal sebagai batu Eppian, yang berarti batu tempat menyepi atau bertapa.
Orang-orang dahulu sering menggunakan batu ini sebagai tempat untuk bertapa.
Selain itu, secara arkeologis, Betoh Labeng adalah peninggalan dari zaman megalitikum, yang berfungsi sebagai menhir, digunakan sebagai sarana pemujaan, tanda kubur, atau penanda wilayah.