RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Borobudur, sebuah monumen megah yang berdiri kokoh di tanah Jawa, merupakan lambang kejayaan Buddha yang tiada tandingannya.
Namun, candi yang dibangun oleh dinasti Syailendra pada abad ke-9 ini menyimpan misteri besar:
mengapa Borobudur, candi Buddha terbesar di dunia, akhirnya ditinggalkan?
Terdapat beberapa teori yang menarik perhatian dan memicu perdebatan di kalangan sejarawan serta masyarakat.
Pada akhir abad ke-10 hingga awal abad ke-11, kekuasaan di Jawa berpindah dari dinasti Syailendra yang merupakan penganut Buddha, ke dinasti Sanjaya yang lebih mendukung agama Hindu.
BACA JUGA:Kisah Kontribusi Raja Melayu-Sriwijaya Terhadap Pembangunan Biara di Universitas Nalanda
BACA JUGA:Kisah Garuda Sang Raja Burung dalam Mitologi dan Lambang Kebangsaan Indonesia
Pergeseran kekuasaan politik ini diduga menjadi salah satu alasan utama mengapa Borobudur mulai kehilangan pamornya.
Apakah ambisi politik dan perubahan kepemimpinan benar-benar mampu meruntuhkan simbol kejayaan Buddha ini?
Pertanyaan ini masih menjadi bahan spekulasi dan diskusi panjang.
Dengan datangnya Islam sebagai kekuatan dominan di Jawa pada abad ke-14 dan ke-15, Borobudur yang sebelumnya menjadi pusat peribadatan Buddha tampaknya mulai dianggap usang dan kurang relevan.
Dominasi Islam yang semakin kuat di pulau Jawa mungkin saja menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan Borobudur ditinggalkan.
BACA JUGA:Pertempuran Alamo: Kisah Keberanian dan Pengorbanan
BACA JUGA:Hepy-Efsi Diteriaki Ratusan Warga Talang Jeruk Pagar Alam, Ada Apa?
Bagaimana sebenarnya pengaruh agama terhadap situs sejarah yang begitu monumental ini? Sejauh mana dominasi agama baru dapat menghapuskan jejak kejayaan agama sebelumnya?