Sebaliknya, Datuak Katumanggungan menginginkan masyarakat diatur dalam tatanan hierarkis "berjenjang sama naik, bertangga sama turun".
Perbedaan pandangan ini memicu pertengkaran hebat antara keduanya.
Untuk menghindari konflik fisik dan saling melukai, Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan Datuak Katumanggungan kemudian menikam sebuah batu dengan keris sebagai pelampiasan emosinya.
BACA JUGA:Dibalik Kisah Sejarah Raden Wijaya, Raja Pertama dan Pendiri Kerajaan Majapahit
BACA JUGA:Ratu Suhita, Dyah Ayu Kencana Wungu: Pemimpin Perempuan Terakhir di Majapahit
Maka dari itu, Batu Batikam memiliki sebuah lubang yang menembus dari sisi depan hingga belakang, menjadikan batu tersebut sebagai simbol perdamaian antara kedua pemimpin yang berkuasa.
Batu Batikam tidak hanya menjadi saksi sejarah, tetapi juga lambang dari semangat musyawarah dan perdamaian dalam budaya Minangkabau.
Keberadaannya mengingatkan kita akan pentingnya dialog dan kompromi dalam menyelesaikan perbedaan dan konflik.