Mengulik Tiga Pangeran Sunda Berebut Tahta Kerajaan Galuh dan Sunda

Rabu 24-07-2024,12:33 WIB
Reporter : Andika
Editor : Andika

Menjadi penguasa di wilayah timur Pajajaran membuatnya merasa tidak lagi menjadi bawahan Sri Baduga.

BACA JUGA:Mayjen dr. Adnan Kapau Gani: Dokter, Pejuang, dan Politisi yang Berdedikasi

Selepas menjadi raja Japura, wilayah perbatasan Sunda-Jawa yang dulunya angker kini menjadi ramah pada orang-orang Jawa.

Negeri Japura menjadi sekutu orang Jawa (Demak), seperti yang dilaporkan oleh Tome Pires, apoteker Portugis yang mengunjungi Jawa pada 1513.

Berbeda dengan Amuk Marugul, Walangsungsang, anak dari Sri Baduga Maharaja, mulanya tidak berani melawan kehendak ayahnya.

Meski ia juga keluar dari istana, Walangsungsang menunjukkan bakti pada ayahnya.

Ia memilih tinggal di kampung halaman ibunya, Subang Larang, di Negeri Singapura (Mertasinga), kerajaan bawahan Pajajaran yang berbatasan dengan wilayah Kerajaan Japura.

BACA JUGA:Uni Eropa Peringatkan Meta atas Kebijakan 'Bayar atau Setuju'

Setelah kakeknya, penguasa Singapura, wafat, Walangsungsang mendapatkan hak waris menjadi penguasa baru di negeri itu.

Namun, ia memutuskan membubarkan Singapura dan membentuk negeri baru bernama Cirebon.

Seperti Japura, Cirebon menyatakan merdeka dari Pajajaran dan menjadi negara berdaulat yang bekerja sama dengan Japura.

Setelah mangkatnya Sri Baduga Maharaja pada 1521, Surawisesa dinobatkan menjadi raja Pajajaran. Konflik antara Japura-Cirebon dan Pajajaran pun tidak dapat dihindari.

Perang besar yang melibatkan ketiga pangeran keturunan raja-raja Sunda ini meletus dengan dahsyat.

BACA JUGA:Mayjen dr. Adnan Kapau Gani: Dokter, Pejuang, dan Politisi yang Berdedikasi

Japura dan Cirebon menarik Demak dalam konflik, sementara Pajajaran berskutu dengan Portugis.

Perang ini merupakan pembuktian siapa yang layak menjadi penguasa di Pasundan: Amuk Marugul, Walangsungsang, atau Surawisesa.

Kategori :