RAKYATEMPATLAWANG.DISWAY.ID - Indonesia adalah negara yang dikenal dengan kekayaan serta keberagaman warisan budayanya.
Ada banyak ciri khas yang melekat pada suku, agama, bahasa, adat istiadat, seni, dan tradisi di berbagai wilayah Indonesia.
Salah satu di antaranya adalah tradisi Tabuik yang diadakan di Pariaman, Sumatera Barat.
Tradisi ini bukan hanya sekadar serangkaian acara, tetapi juga mengandung makna sejarah dan religius yang dalam.
BACA JUGA:Video Viral: Anggota DPRD Terlibat Adu Mulut dengan Polisi di Jalan Raya
Upacara Tabuik, atau sering disebut batabuik (pesta tabuik), merupakan tradisi masyarakat Pariaman di Sumatera Barat.
Kata “tabuik” berasal dari bahasa Arab yaitu at-tabut, yang berarti peti atau keranda.
Dalam budaya Mesir kuno, tabut dikenal sebagai tempat meletakkan mayat berupa peti terbuat dari batu atau kayu.
Di Pariaman, tabuik berarti keranda bambu, kayu, atau rotan berhiaskan bunga salapan yang diibaratkan usungan mayat Husein bin Ali.
Sejarah Upacara Tabuik dimulai ketika bangsa Cipei, yakni sisa pasukan Inggris (Gurkha), membawa perayaan tabuik dari Bengkulu ke Pariaman setelah Perjanjian Traktat London tahun 1824 antara Inggris dan Belanda.
BACA JUGA:Sedih Campur Haru, Kakek 65 Tahun Harus Ditandu untuk Mendapatkan Perawatan Medis
Upacara Tabuik menjadi peringatan akan terbunuhnya Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad, di Padang Karbala pada tahun 681 Masehi.
Husein terbunuh dalam peperangan melawan tentara Yazid bin Muawiyah, dan arak-arakkan yang dibawa serombongan malaikat menurunkan keranda yang membawa jasadnya ke langit.
Sejak saat itu, bangsa Cipei menyelenggarakan arak-arakkan dalam wujud tabut yang dibawa berkeliling kampung setiap awal bulan, yang dikenal dengan Upacara Tabuik oleh masyarakat Pariaman.
Melansir Jurnal Online Mahasiswa FISIP Unri tentang Makna Simbolik Upacara Tabuik di Kota Pariaman Sumatera Barat, terdapat 3 makna simbolik di balik penyelenggaraan Upacara Tabuik.