Namun, kedua lokasi tersebut tidak dipilih karena berawa dan berkarang.
Di suatu titik yang tidak dirinci, beberapa perwira dan prajurit terluka akibat serangan penduduk asli.
Akhirnya, pada awal Juli 1828, Lieutenant Steenboom memutuskan memilih lokasi di hulu teluk yang tertutup, yang dinamai Teluk Triton (3°42’ LS dan 134°15’4” BT).
BACA JUGA:Soundcore A30i NC: Inovasi TWS Stylish dari Anker untuk Wanita Modern
Penduduk asli menyebut teluk tersebut sebagai Uru Lengguru. Kapal-kapal Triton dan Iris berlabuh selama dua bulan, di mana para awaknya membantu membangun beberapa bangunan kecil yang dikelilingi oleh pagar kayu runcing.
Pada 24 Agustus 1828, bertepatan dengan ulang tahun Raja Willem I dari Belanda, bendera triwarna Belanda resmi dikibarkan dan klaim Belanda atas New Guinea diumumkan.
Pengumuman Klaim dan Reaksi Lokal
Pengumuman klaim Belanda atas New Guinea berbunyi:
BACA JUGA:Lantik 30 Panwascam, Ketua Bawaslu Empat Lawang Minta Jaga Integritas Awasi Pilkada
> “Atas nama dan untuk Sri Baginda Raja Nederland, Pangeran Oranje van Nassau, Hertog Agung Luxemburg dan seterusnya, bagian dari Nieuw Guinea, serta daerah-daerah di pedalaman yang mulai pada garis meridian 141° sebelah timur Greenwich di pantai selatan dan dari tempat tersebut ke arah barat, barat daya dan utara sampai ke Tanjung Harapan Baik di pantai utara, selain daerah-daerah Mansarai, Karondefer, Amberpura dan Ambarpon yang dimiliki oleh Sultan Tidore, dinyatakan sebagai miliknya.”
Beberapa kepala suku setempat menyaksikan pengumuman tersebut dan menyatakan kesetiaan kepada Raja Willem I dari Belanda.
Upacara tersebut dianggap di Eropa sebagai tanda bahwa Belanda memiliki kedaulatan atas wilayah yang dinyatakan dalam proklamasi tersebut, sehingga wilayah tersebut tidak boleh lagi ditempati oleh kekuasaan Eropa lainnya.
Hubungan dengan Penduduk Pribumi dan Tantangan
Setelah pendirian benteng, hubungan antara pihak Belanda dan penduduk pribumi diatur dalam surat-surat perjanjian.
Perjanjian ini ditandatangani oleh Sendawan (Raja Namatota), Kassa (Raja Lahakia), dan Lutu (Orang kaya di Lobo dan Pulau Miwara).