Pada tahun 1825-1830, terjadi perang antara Kerajaan Mataram dan Belanda, yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro.
Perang ini dikenal sebagai Perang Diponegoro, atau Perang Jawa.
Wilayah Wonosobo menjadi salah satu basis pertahanan pasukan pendukung Pangeran Diponegoro, yang berjuang melawan penjajahan Belanda.
Salah satu tokoh yang berperan penting dalam perang ini adalah Kyai Muhammad Ngarpah, yang merupakan keturunan Kyai Walik.
BACA JUGA:Mengapa Rembang Disebut Tiongkok Kecil? Jawabannya Akan Mengejutkan Anda!
Kyai Muhammad Ngarpah berhasil meraih kemenangan pertama dalam pertempuran melawan Belanda, dan kemudian diberi gelar Tumenggung Setjonegoro.
Tumenggung Setjonegoro menjadi Bupati pertama Wonosobo, yang mengawali kekuasaannya di Ledok, Selomerto.
Namun, ia kemudian memindahkan pusat pemerintahan ke wilayah yang sekarang menjadi Kota Wonosobo, karena alasan strategis dan keamanan.
Pemindahan pusat pemerintahan ini, setelah diteliti oleh Tim Peneliti dari Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada (UGM) bersama Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida), para sesepuh dan beberapa tokoh, termasuk pimpinan dewan perwakilan rakyat, dalam sebuah seminar, pada 28 April 1994, kemudian ditetapkan terjadi pada tanggal 24 Juli 1825.
Tanggal 24 Juli itu pula, yang kemudian diperingati setiap tahun sebagai Hari Jadi Kabupaten Wonosobo. (*)