BACA JUGA:Pj Bupati Empat Lawang Lakukan Peninjauan dan Berikan Bantuan Korban Pasca Tanah Longsor
Sejarah mencatat bahwa kapal itu bertingkat tiga, dengan bagian pertama diisi binatang ternak dan buas, lantai kedua dengan burung-burung, dan lantai ketiga dengan manusia.
Badai yang dahsyat memporakporandakan segala yang ada di hadapannya.
BACA JUGA:Menghadapi Ancaman Banjir di Kabupaten Empat Lawang, Warga Dihimbau Waspada
Terdapat dua pandangan berbeda tentang cakupan area banjir Nabi Nuh.
Ada yang percaya bahwa banjir tersebut menggenangi seluruh dunia, didukung oleh doaambinu dan fosil gajah di Kutub Utara.
Pendapat kedua menyatakan bahwa bencana ini hanya terjadi di daerah Mesopotamia, mencakup Turki, Iran, Irak, dan Rusia.
BACA JUGA:Wali Songo: Sebuah Kajian Terhadap Perkembangan Islam di Pulau Jawa, Benarkah Tidak Hanya Sembilan?
Banyak spekulasi muncul, terutama di ketinggian Gunung Ararat, Turki Timur. Pada tanggal 11 Agustus 1979, kapal itu ditemukan di pegunungan Ararat dengan ketinggian mencapai 2.515 m di atas permukaan laut.
Ukuran kapal yang luar biasa, dengan panjang 152,4 m, lebar 25,3 m, dan tinggi 15,2 m, menunjukkan bahwa kapal itu telah terombang-ambing hingga bergerak sejauh 512 km dari tempat pembuatannya.
BACA JUGA:Orang Terkaya Israel dan Dampak Konflik Terhadap Kekayaan Mereka
Ilmuwan, termasuk Profesor Porcher Tyler dari University of Richmond, Amerika Serikat, menggunakan pencitraan satelit untuk mengungkap misteri keberadaan bahtera ini.
Meskipun belum ada hasil pasti, penelitian ini menandai langkah signifikan dalam menjelajahi kebenaran di balik kisah Nabi Nuh dan bahteranya.***