Di sana, mereka mengunjungi rumah Geusyik yang saat itu dijabat oleh M. Daud.
Mereka menerima bekal nasi bungkus sebelum melanjutkan perjalanan ke Meulaboh.
Namun, dua hari kemudian, teman Tgk. Murhaban tiba-tiba kembali ke Geumpang dan menceritakan bahwa dia tidak bisa melanjutkan perjalanan karena demam.
Khawatir bahwa penyakitnya akan semakin parah, dia memutuskan untuk pulang ke kampung.
Keesokan harinya, sekelompok tentara Belanda tiba di Geumpang dalam tugas operasi.
Setelah tiba di Gampong Bangkeh, mereka bertemu dengan Geusyik dan bertanya apakah ada penduduk yang dalam beberapa hari terakhir pergi ke Meulaboh.
Pimpinan tentara tersebut menceritakan bahwa mereka melihat dua mayat tergeletak di daerah Neungoh Ukhue Kayee, dan menyatakan bahwa mayat tersebut tampaknya merupakan korban penganiayaan atau pembunuhan.
Setelah mengumpulkan informasi, diduga kuat bahwa mayat tersebut adalah Tgk. Murhaban dan anaknya.
BACA JUGA:Menelisik Makam Kuno di Gunung Padang, Ternyata Begini Ceritanya, Banyak Yang Belum Tahu!
Ulee Balang memerintahkan Geusyik untuk mengorganisir beberapa warga untuk melihat dan menguburkan mayat tersebut.
Dua hari kemudian, tim yang dikirim untuk tugas tersebut kembali ke Geumpang dan melaporkan bahwa mayat yang mereka kubur adalah Tgk. Murhaban dan anaknya, yang tewas akibat penganiayaan dengan leher digorok.
Kedua mayat tersebut dikubur dalam satu lubang.
Geusyik melaporkan temuan ini kepada Ulee Balang, dan penyelidikan pun dimulai.
BACA JUGA:Ini 5 Wisata Terbaru di Banten, Cocok Untuk Liburan Bareng Keluarga! Ada Apa Yah?
Dari berbagai informasi yang terkumpul, terbukti bahwa teman yang menemani Tgk. Murhaban adalah pelaku pembunuhan.