Meskipun ibunya mencoba meyakinkannya bahwa mereka masih bisa mencari rezeki di desa, Amad yakin bahwa bekerja dan berusaha adalah ibadah, dan merantau adalah bagian dari usaha untuk mencapai kebahagiaan, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk ibunya.
Setelah berbicara panjang lebar, akhirnya ibunya setuju dengan keinginan Amad.
Hari itu adalah hari perpisahan yang penuh emosi, di mana Amad berangkat merantau dengan janji untuk kembali.
Meskipun berpisah untuk pertama kalinya setelah hidup bersama selama belasan tahun, mereka saling melemparkan kata-kata perpisahan dengan harapan yang kuat untuk bertemu kembali.
BACA JUGA:Kisah Putri Niwerigading: Cerita Rakyat dari Negeri Serambi Mekkah
Amad memulai perjalanannya dengan kapal air melalui Krueng Peusangan.
Dia sangat terpesona oleh keindahan sungai dan hutan di sepanjang perjalanan.
Pada akhirnya, dia tiba di negeri seberang dan mendapatkan pekerjaan sebagai tukang pikul barang-barang di dermaga.
Amad bekerja dengan tekun, berdoa dengan ikhlas, dan selalu mendoakan kedua orang tuanya yang tinggal di desa.
BACA JUGA:Legenda Sungai Alue Naga: Cerita Rakyat dari Serambi Mekkah
Waktu berlalu dengan cepat, dan Amad telah hidup di rantau orang selama lebih dari sepuluh tahun.
Dia telah mencapai banyak kesuksesan dan bahkan mempersunting anak saudagar tempatnya bekerja, sehingga dia menjadi seorang bangsawan.
Namun, kesuksesan dan kemewahan dunia membuat Amad melupakan akar-akarnya, kehidupan sederhana di desa, dan orang tuanya.
Ia telah kehilangan waktu untuk beribadah dan berdoa.
Namun, rindu pada kampung halamannya, Krueng Peusangan, membuatnya merenung.