Dalam konteks kepercayaan masyarakat pada saat itu, pemujaan roh leluhur diarahkan untuk mencegah datangnya bencana atau musibah seperti wabah dan gempa bumi.
Selain itu, punden berundak juga sering digunakan sebagai tempat untuk meletakkan sesajen atau persembahan lainnya.
Menurut Bagyo Prasetyo dalam jurnalnya, punden berundak dapat dikenali melalui ciri-ciri seperti adanya satu atau lebih undakan tanah.
Setiap undakan tanah ini diperkuat dengan bongkahan atau balok batu yang berfungsi sebagai pembatas atau dinding, memberikan tampilan berundak pada struktur tersebut.
Punden berundak adalah bukti nyata kekayaan budaya dan spiritual masyarakat kuno di Indonesia.
Struktur ini bukan hanya sebagai peninggalan bersejarah, tetapi juga mengandung makna mendalam dalam upaya mereka untuk berkomunikasi dengan roh leluhur dan menjaga keseimbangan alam.
Dengan memahami punden berundak, kita dapat merenungkan warisan spiritual dan kebijaksanaan dari masa lampau yang masih berdampak pada budaya Indonesia saat ini.
Nah, dari penjelasan itu apakah Situs Gunung Padang dapat diaebut Punden Berundak?
Pada tanggal 30 September 2014, Tim Nasional Peneliti Gunung Padang membuat penemuan yang signifikan di Situs Gunung Padang, yang terletak di Desa Karyamukti, Campaka, Cianjur, Jawa Barat.
Penemuan ini mengonfirmasi prediksi sejumlah arkeolog sebelumnya bahwa situs ini bukan hanya sekadar susunan batu-batu acak, melainkan memiliki struktur punden berundak buatan manusia yang mengagumkan.
BACA JUGA:Siapa yang Membangun Situs Gunung Padang? Ini Proses Bagaimana Situs Gunung Padang Dibangun
Wisnu Ariastika, salah satu anggota tim peneliti, mengungkapkan bahwa dalam penelitian selama 23 hari, tim berhasil memverifikasi keberadaan struktur punden berundak ini.
Mereka melakukan penggalian, pengeboran, dan pemindaian tanah dengan gelombang listrik untuk memahami lebih dalam tentang situs Gunung Padang.
Hasilnya, mereka menemukan bahwa Gunung Padang bukan hanya punden berundak biasa, melainkan sebuah bangunan terasiring yang kompleks.