Istrinya, Encik Pong, yang sedang hamil saat itu, melarikan diri ke Singapura dan kemudian ke Jambi.
BACA JUGA:Ini ceritanya Misteri Harta Karun Singosari yang Tersembunyi di Malang
Sultan Siak, sebagai langkah strategis, memilih untuk bergabung dengan Republik Indonesia dan mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ini bukan berarti ia menyerahkan dirinya, tetapi lebih sebagai kemitraan.
Sultan Siak bersama dengan para komisaris lainnya di PT NKRI (yang melibatkan Deli, Asahan Siak, Yogya, Solo, Kutai Kartanegara, Pontianak, Ternate, Tidore, Bali, Sumbawa.
BACA JUGA:Ini ceritanya Misteri Harta Karun Singosari yang Tersembunyi di Malang
Daerah-daerah yang memiliki otonomi sendiri pada masa pendudukan Belanda di Nusantara) menyumbangkan modal sebesar 13 juta gulden, yang setara dengan 3 kali nilai kompleks Gedung Sate di Bandung.
Saat proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Sultan Siak mengibarkan bendera Merah Putih di Istana Siak, dan tidak lama setelah itu, ia pergi ke Jawa untuk bertemu dengan Bung Karno dan secara resmi menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia.
Ia juga menyerahkan mahkota kerajaan dan sumbangan uang sebesar sepuluh ribu gulden.
BACA JUGA:Misteri Area 51, Rahasia Tersembunyi di Gurun Nevada
Setelah itu, Sultan Siak pindah ke Jakarta dan hanya kembali ke Siak pada tahun 1960. Beliau meninggal dunia di Rumbai pada tahun 1968.
Sultan Siak tidak memiliki keturunan dari permaisuri pertamanya, Tengku Agung, maupun dari permaisuri keduanya, Tengku Maharatu.
Pada tahun 1997, Sultan Syarif Kasim II dianugerahi gelar kehormatan sebagai seorang Pahlawan Nasional Republik Indonesia.
BACA JUGA:Harta Karun Belanda di Gunung Salak, Misteri yang Tak Terpecahkan seperti ini ceritanya
Makam Sultan Syarif Kasim II berada di tengah Kota Siak Sri Indrapura, tepatnya di samping Mesjid Sultan, yaitu Mesjid Syahabuddin.
Pada awal pemerintahan Republik Indonesia, Kabupaten Siak merupakan Wilayah Kewedanan Siak yang berada di bawah Kabupaten Bengkalis.